Turne Mgr. Pius Riana Prapdi ke Paroki St. Maria Botong (1-4/6/2023)

“Jikalau gandum tak jatuh di tanah, tetap sebiji tiada buahnya. Sesungguhnya telah difirmankan Tuhan: jikalau mati akan banyak buahnya.” Syair lagu “Jikalau Gandum” (PS 715) ini kiranya memiliki hubungan yang signifikan bila dipadankan dengan perkembangan kekatolikan di tempat mana pun. Kekatolikan tidak akan berkembang jika tidak ada kerelaan untuk berkorban (sebagai puncak dari cinta-kasih) dari sang pewarta maupun si penerima sabda. Cinta-kasih yang dilakukan dengan kerelaan untuk berkorban itu akan menjadi suatu perjuangan.

Dengan demikian, pemberkatan suatu gereja ataupun peresmian suatu wilayah kekatolikan sebagai paroki merupakan bagian dari perjuangan yang telah mereka curahkan. Persisnya, bagian tersebut adalah puncaknya. Akan tetapi, jika mendaki sebuah jajaran perbukitan sebagaimana wilayah geografis pastoral Botong, ini mungkin baru puncak pertama atau kedua. Masih ada banyak bukit yang harus dilalui untuk menjelajahi “Tanah Terjanji” ini.

Rangkaian turne Mgr. Pius Riana Prapdi selaku Uskup Keuskupan Ketapang dari tanggal 1 – 4 Juni ke wilayah pastoral Botong baru puncak pertama atau kedua. Masih ada banyak “Bukit Tanggungjawab” yang harus dilalui. Oleh karena itu, berkat atas selesainya pendirian suatu bangunan gereja ataupun usainya status pra/kuasi paroki merupakan langkah awal yang akan menentukan “mau dibawa ke mana Gereja kita.”

Kemampuan untuk Bersyukur

(Kamis, 1 Juni 2023)

Rangkaian turne Mgr. Pius dimulai dari Stasi Kemundok di Desa Kualan Tengah. Pada dasarnya, kekatolikan baru masuk ke St. Albertus Stasi Kemundok pada tahun 2003. Maka, Kemundok merupakan stasi termuda kedua (setelah St. Matius Stasi Teluk Sandong) di dalam wilayah pastoral Kuasi Paroki St. Maria Botong. Jika dihitung, dari tahun 2003 – 2023, berarti sudah sekitar 20 tahun kekatolikan masuk ke Kemundok.

Yang patut disyukuri adalah mereka sudah mampu membangun gereja pertama pada 2007 – 2013. Selanjutnya, gereja tersebut direnovasi pada tahun 2022 – 2023 dengan ditambah sebuah sakristi. Maka, gereja dengan luas 8×12 m meskipun mendapatkan bantuan dana dari banyak pihak untuk membangun dan meremajakannya, tetapi semua itu berasal dari hasil jerih-payah mereka juga.

Kedatangan Mgr. Pius Riana Prapdi pada 1 Juni 2023 pukul 08.30 WIB menandai suatu berkat yang besar. Berkat tersebut bukan semata-mata dicurahkan pada gereja (dengan ‘g’ kecil), tetapi juga pada Gereja (dengan ‘G’ besar). Bukan hanya pada bangunan gereja, tetapi pada Gereja sebagai persekutuan Umat Beriman.

Sebelum memulai perayaan Ekaristi sebagai puncak pemberkatan gereja di Kemundok, Mgr. Pius disambut secara adat dan secara formal. Beliau mengikuti rangkaian acara adat seperti Tampong Tawar, Pancong Buloh Bambu, dan Ngalu. Setelah itu, Mgr. Pius menggunting pita dan membuka pintu gereja sebagai tanda peresmian penggunaan gereja Kemundok.

Setelah rangkaian acara tersebut, perayaan Ekaristi dimulai dengan diiringi nyanyian Paduan Suara dari ibu-ibu Stasi Kemundok. Selain RP. Bagus Widyawan SJ, Mgr. Pius juga didampingi oleh Bp. Y.M. John Anuar, Bp. Zakharias Siten, dan Bp. Stephanus Sono selaku prodiakon St. Mikael Stasi Siong.

Dalam perayaan Ekaristi tersebut, Mgr. Pius Riana Prapdi memberikan suatu amanat khusus untuk umat Kemundok untuk menjadi Umat Allah yang penuh syukur terhadap semua hal yang terjadi. Dengan menjadi pribadi-pribadi yang penuh syukur, mereka akan mampu untuk menghadapi segala hal bahkan mampu untuk terus bersyukur terhadap dinamika hidup menggereja yang telah ada.

Setelah perayaan Ekaristi selesai, Bapak Uskup beserta seluruh tamu undangan dipersilakan untuk menyantap beberapa sajian hasil usaha Umat Beriman di Kemundok. Baik dalam perayaan Ekaristi maupun dalam acara ramah tamah, setiap orang yang hadir berbaur satu sama lain. Hal ini tidak hanya terjadi antara Umat Beriman dengan pelayan umat atau gembala mereka, tetapi juga dengan masyarakat lain yang berbeda keyakinan.

Setelah seluruh rangkaian acara selesai, semua tamu undangan meninggalkan wilayah Stasi Kemundok untuk pulang ke tempat masing-masing. Sementara itu, rombongan Bapa Uskup langsung menuju pastoran Paroki St. Martinus Balai Berkuak. Pada pukul 17.00 WIB, rombongan Bapa Uskup berangkat menuju Botong dan sampai di Botong pada sekitaran pukul 19.30 WIB.

Berdamai dengan Alam Ciptaan

(Jumat, 2 Juni 2023)

Pada hari kedua, Mgr. Pius yang ditemani oleh P. Bagus Widyawan, SJ dan 2 Suster ACI (Sr. Jeany dan Sr. Pinky) mengunjungi Kring Jangant. Kring ini merupakan wilayah paling hulu di Desa Kualan Hulu. Umat di sini dilayani menyelenggarakan perayaan Ekaristi setiap sebulan sekali dan ibadat sabda setiap minggu sekali.

Kehadiran Mgr. Pius di Jangant disambut dengan acara adat Pancong Buloh Muda diiringi dengan tarian adat dan tampilan pencak silat dari PSHT di bawah rumpun bambu yang rindang. Di sini Bapak Uskup berkenan memberkati polindes yang sekaligus digunakan untuk tempat ibadat umat Jangant setiap hari Minggu atau perayaan Ekaristi sesuai dengan jadwal dari Paroki Botong. 

Dalam homilinya Mgr. Pius menyampaikan fungsi dari tempat tersebut, yakni untuk memberikan pelayanan secara jasmani dan rohani. Secara jasmani tempat itu digunakan untuk pelayanan posyandu anak dan lansia setiap bulan dari Puskesmas pembantu di Botong. Secara rohani, tempat tersebut menjadi tempat berdoa bersama dalam ibadat sabda dan perayaan Ekaristi. Beliau menambahkan bahwa beberapa tahun yang lalu air di Jangant masih sangat jernih, tetapi saat ini sudah menjadi keruh karena tercemari oleh limbah tambang. Maka, beliau mengajak umat Jangant untuk hidup berdamai dengan alam. Umat diajak untuk hidup harmonis dengan alam dengan menjaga alam agar air jernih yang saat ini telah hilang, kembali seperti semula.

Setelah perayaan Ekaristi Mgr. Pius dan rombongan diundang untuk ramah-tamah sederhana di tempat yang sama untuk mensyukuri kebaikan Tuhan atas gedung polindes yang menjadi sumber kesehatan jasmani dan rohani untuk umat di Jangant. DOA (Didengarkan Oleh Allah)

DOA (Didengarkan Oleh Allah)

(Sabtu, 3 Juni 2023)

Pada pagi hari sebelum Ekristi pemberkatan gereja di Empasi, Mgr. Pius Riana Prapdi ditemani sekitar 20 orang Orang Muda Katolik untuk mengunjungi Siling Ketupak. Di sana, mereka melakukan sebuah rekoleksi singkat. Para OMK diminta untuk menuliskan satu harapan mereka tentang kelestarian alam dan meletakkannya di bawah salib besar yang berada di siling tersebut.

Setelah dari Siling Ketupak, Mgr. Pius beristirahat sejenak di Pastoran Botong. Setelah itu, beliau berangkat ke wilayah St. Paulus dari Salib Stasi Empasi pada pukul 15.20 WIB. Sebelum sampai di tempat penyambutan, beliau singgah di rumah umat dan bertemu dengan anak-anak SEKAMI Empasi. Dalam pertemuan tersebut, beliau memberikan banyak kuis untuk anak-anak dan berbincang dengan mereka.

Setelah selesai berbincang dengan anak-anak, Bapa Uskup bersama dengan rombongan dari Paroki Balai Berkuak dan Paroki Meraban melanjutkan perjalanan ke gereja dan disambut secara adat untuk melaksanakan acara peresmian formal dengan memotong pita dan membuka pintu gereja.

Perayaan Ekaristi pun baru dimulai pada pukul 17.00 WIB dengan didahului pembacaan pengantar yang berisi sejarah kekatolikan, sejarah dari nama pelindung, dan harapan terhadap stasi tersebut. Hal ini juga dilakukan dalam pemberkatan gereja di Kemundok.

Dalam perayaan Ekaristi tersebut, Mgr. Pius memberikan pesan dalam homilinya agar Umat Beriman di Empasi selalu ingat bahwa DOA berarti “Didengarkan Oleh Allah”. Maka, tidak ada alasan untuk tidak berdoa. Amanat besar dari Bapa Uskup adalah agar setiap hari Minggu, gereja dibuka selama 1 jam meskipun tidak ada perayaan Ekaristi ataupun Ibadat Mingguan. Hal ini dilakukan untuk mempertegas pesan bahwa hanya melalui doa-lah seseorang dapat berkomunikasi dengan Allah.

Dalam praktiknya laku doa tersebut tidak dapat dilakukan dengan mudah dan sederhana. Sebagaimana untuk mencapai gereja baru yang berada di atas bukit, Umat Beriman harus mendaki sebuah bukit, yaitu laku doa yang membutuhkan jerih-lelah dan jerih-payah tiada henti.

Setelah perayaan Ekaristi, rombongan Bapak Uskup dipersilakan untuk mengikuti acara ramah-tamah yang dilakukan di halaman gereja lama Empasi. Di sana, rombongan Bapa Uskup mendengarkan beberapa sambutan dan hiburan sambil menyantap berbagai hidangan yang disajikan.

Menjaga Kemurnian

(Minggu, 4 Juni 2023)

Puncak kunjungan Mgr. Pius Riana Prapdi ke Kuasi Paroki St. Maria Bunda Allah, Botong adalah perayaan Ekaristi untuk meresmikan kenaikan statusnya menjadi Paroki St. Maria Botong. Ekaristi baru dimulai pada pukul 09.00 setelah Bapa Uskup mengikuti prosesi penyambutan secara adat dan Ibu Camat menggunting pita di depan pintu gereja.

Sebelum Perayaan Ekaristi dimulai, Paduan Suara Inti Paroki, P.S. St. Caesilia menyanyikan Lagu “Serviens in Caritate” dan “Aku Melayani Tuhan” sebagai lagu pra-liturgi untuk memberi nuansa kekhusyukan dan penghayatan perayaan Ekaristi peresmian paroki. Setelah itu, berbeda dengan pemberkatan gereja di Kemundok dan Empasi, dibacakan sejarah perkembangan kekatolikan di Botong dan bagaimana kekatolikan tersebut ‘menjalar’ sampai ke Stasi-Stasi di Kualan Tengah.

Perayaan Ekaristi pun dimulai pada sekitaran pukul 10.00 WIB yang dipimpin oleh Mgr. Pius Riana Prapdi. Bapa Uskup didampingi langsung oleh RD. Simon Anjar Yogatama (Sekjen Keuskupan Ketapang), RD. Benjamin Hamu (Pastor Kepala Balai Semandang), RD. Cyrilus Ndora (Pastor Kepala Balai Berkuak), RP. Philipus Bagus Widyawan SJ, RP. Advent Novianto SJ (Manager Program catholic Centre), dan RP. Yoseph Wasito CP (Vikaris Parokial Sandai). Selain itu, hadir pula RD. Blasius Suhanedi (Vikaris Parokial Meraban).

Perayaan Ekaristi peresmian Paroki St. Maria Botong diwarnai dengan isak-tangis Mgr. Pius Riana Prapdi karena rasa haru terhadap perjuangan Botong menjadi Paroki sampai saat ini. Selain itu, Bapa Uskup juga berpesan agar Botong “menjaga kemurnian” baik kemurnian alam maupun kemurnian hati. Isak-tangis tersebut lantas didukung oleh alam yang menurunkan hujan sehingga membuat perayaan Ekaristi baru selesai pada pukul 12.00 WIB.

Setelah hujan reda, perayaan Ekaristi pun berakhir dan ditutup dengan acara foto-foto dan ramah-tamah. Acara ini diadakan di halaman samping gereja sampai sekitar pukul 17.00 WIB. Acara ramah-tamah ini dihadiri oleh semua pihak baik Gereja maupun aparatur pemerintahan kecamatan dan desa. Setelah acara tersebut, cukup banyak yang lantas kembali ke tempat masing-masing baik yang berada di sekitaran Regio Utara maupun rombongan Bapa Uskup sendiri.

Undangan Membangun Gereja

Inti terdalam dalam setiap kunjungan Bapa Uskup ke wilayah pastoral Paroki St. Maria Botong selalu ada dalam koridor yang sama, yaitu “Bagaimana cara untuk membangun Gereja?” Dalam hal ini bukan hanya gedung yang digunakan untuk beribadah saja, melainkan Gereja sebagai Persekutuan Umat Beriman. Hal ini terungkap jelas dalam homili-homili yang diutarakan Bapa Uskup kepada umat beriman di tempat mereka masing-masing. Hal ini karena Persekutuan Umat Allah yang Hidup jauh lebih penting mengatasi megah dan mewahnya bangunan suatu gereja. Maka, “mau dibawa Gereja kita?” menjadi satu pertanyaan yang penting bagi Kemundok, Jangant, Empasi, dan Botong. Jangan sampai euphoria pemberkatan suatu tempat ibadat lantas menghentikan perkembangan Gereja, namun menjadi suatu langkah awal bagi perkembangan Gereja yang lebih baik.

Fr. Yosephus Bayu Aji Prasetyo, SJ

Orientasi Kerasulan di Kuasi Paroki St. Maria Bunda Allah, Botong

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini