Ketika di elf perjalanan Bandung Jakarta, satu permenungan kecil tiba-tiba melintas begitu saja di benak kepala. Unio Ketapang itu seperti sebuah tubuh. Tidak bisa semuanya bisa menjadi kepala. Ada yang harus menjadi tangan kanan dan kiri, yang terpisah. Tangan kanan yang selalu dianggap baik. Sedang tangan kiri yang mempunyai tugasnya sendiri, walau kadang dianggap jorok; tetapi ketika mengungkapkan kegembiraan, keduanya bersatu dalam sebuah tepuk tangan meriah.
Ada kalanya menjadi sepasang kaki, seperti yang dialami oleh salah satu rekan saya; yang ketika salah satunya terkena asam urat pasti akan kesusahan berjalan. Walaupun sakit sebelah, kedua kaki harus mau menopang tubuh itu. Walaupun harus tertatih, keduanya harus berjalan bersama.
Ada kalanya menjadi organ dalam, ada yang menjadi ginjal atau hati yang harus menyaring racun setiap saat. Ada kalanya harus hadir menjadi empedu yang terkena mindset bahwa dia pahit. Tapi semuanya harus sama, seimbang dan bersinergi satu sama lain. Salah satu yang melepaskan diri dari tubuh itu hanya satu: kulit-kulit yang mengering dari sebuah luka.
Demikian juga Unio ini. Tidak bisa semuanya ingin menjadi kepala. Tetapi ketika kepala terkena ketombe, maka dibutuhkan kedua tangan atau salah satu tangan yang menggaruk. Sang kepala tidak bisa melepaskan sendiri gatal dari ketombenya. Itu mungkin gambaran bahwa saat sang kepala itu pusing dan gatal-gatal, maka jadilah tangan yang melegakan. Garuklah kepala Sang kepala: Bapak Uskup dan ketua Unio dengan canda tawa kita.
Demikian juga mungkin ada yang merenungkan bahwa dirinya seperti ginjal atau hati yang kadang hanya diam, tak berdetak. Tapi dia harus menyaring racun-racun curhatan satu rekan dengan rekan lainnya. Ada masanya, ia merasa pahit seperti empedu dalam menjalani panggilan ini, tapi dia dibutuhkan dalam kepahitan hidup yang dirasakan sesuai dengan perannya. Ketika satu bermasalah, maka semua tubuh sakit. Makan tak nyaman, ngopi tak nikmat. Tidurpun tak nyenyak. Semuanya ada perannya masing-masing. Kadang saya berpikir, mungkin kah saya sudah bersinergi dalam satu tubuh Unio ini? Ataukah saya justru seperti koreng-kulit kering yang terlepas dari sebuah luka, yang kita sendiri tak ingin memilikinya dan memaksa diri memisahkan dari Unio ini sehingga menjadi seperti kulit kering koreng itu? Tak ada yang mau menjadi hal menjijikkan itu. Setiap bagian terkecil tubuh itu mempunyai perannya masing-masing, sekecil dan seberat apapun itu.
Satu harapan saya: jadilah bagian terkecil dari tubuh itu, meskipun terkadang tidak dipandang dan tidak terlihat, tetapi mempunyai peran besar bagi kesehatan sang tubuh. Jangan menjadi kulit kering dari sebuah koreng yang terlepas dsri sang tubuh yang menjadi benalu yang menyakitkan.
Dengan demikian, maka tubuh Unio ini akan tetap sehat dan gembira. Sakit satu, sakit semua. Sehat satu sehat semua. Kenyang satu, kenyang semua. Bahagia satu, bahagia semua. Karena tidak ada lambung yang iri dengan mulut yang merasakan enaknya mengunyah kambing guling, tak ada tangan kiri yang iri kepada tangan kanan yang bersalaman dengan orang hebat. Dsn tidak ada kaki kanan yang tidak mau melangkah bersama kaki kiri yang ingin ke kamar mandi. Berjalan bersama, bersama berjalan.
Renungan kiriman dari Rm. Joko Umbara – Via WA Unio KK – (18/9/2023)