Foto Bersama Bapa Uskup, Staff Seminari dan Seminaris St. Laurensius Ketapang

Ketapang, 9 Agustus 2025 – Perayaan Hari Ulang Tahun ke-36 Seminari St. Laurensius Ketapang diawali dengan rangkaian kegiatan sehari sebelumnya. Bapa Uskup, para staf Seminari, orang tua, dan para seminaris mengadakan acara NgoPi (Ngobrol Pinter) di Kapel Seminari Ketapang yang dilanjutkan dengan malam keakraban (Makrab).

Kesempatan ini menjadi momen istimewa karena pertemuan orang tua—yang juga disebut Hari Orangtua Seminaris (HOS) ketiga—dapat bersamaan dengan pertemuan bersama Bapa Uskup. Waktu sebenarnya untuk perayaan HUT jatuh pada 10 Agustus, namun karena Bapa Uskup mendapat undangan dari Bupati pada tanggal tersebut, maka acara HUT dipercepat menjadi 9 Agustus 2025.

Tahun ini, HUT ke-36 Seminari St. Laurensius menjadi sangat spesial karena bertepatan dengan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga. Perayaan ini juga dirangkai dengan pemberkatan altar baru serta penempatan relikui Beato Carlo Acutis, seorang kudus dari zaman milenial. Acara dihadiri umat dan para donatur yang selama ini memiliki kepedulian besar terhadap Seminari.

Bapa Uskup menyapa hadirin, “Apa kabar?”, yang dijawab serentak dengan penuh semangat, “JOSSS!”. Dari sapaan ini, beliau mengangkat tema Misa dengan akronim JOSSS.

Pemberkatan Altar dan Peletakan Relikui Beato Carlo Acutis

S yang Pertama: Sukacita

Dalam bacaan Injil, diceritakan bagaimana Maria menerima kabar dari Malaikat Tuhan dan kemudian menempuh perjalanan jauh untuk membuktikan karya Allah yang juga bekerja pada Elisabet, saudarinya. Sebelumnya, Maria sempat bingung akan kabar itu:

“Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?” Malaikat menjawab, “Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, ia pun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.” (Luk. 1:34-36)

Kisah ini mengajarkan bahwa setiap orang dipanggil untuk meneladani Maria yang dengan sukacita mengerjakan karya Tuhan.

Bapa Uskup juga menjelaskan isi Tabut Perjanjian yang memuat tiga hal:

  1. Dua loh batu berisi Sepuluh Perintah Allah,
  2. Tongkat Nabi Musa,
  3. Manna.

Ketiganya melambangkan tiga tugas Kristus: Imam, Nabi, dan Raja—tanda kehadiran Allah. Maria disebut sebagai Tabut Perjanjian Baru karena mengandung Kristus dari Roh Kudus.

Beliau lalu menyinggung soal “kegalauan” yang kerap dialami orang: “Kalau seminaris galau, tanyalah pada formator. Kalau formator galau, tanyalah pada Uskup. Kalau istri galau, tanyalah pada suami—itulah penolong yang sepadan. Kalau suami galau, tanyalah pada istri. Kalau suami-istri bingung, tanyalah pada saksi dahulu. Kalau saksi tidak bisa, tanyalah pada yang menikahkan—yaitu Romo. Kalau Romo pun bingung, tanyalah pada…,” lalu sambil bergurau beliau menambahkan, “Ada kemungkinan ChatGPT, ChatGemini, Deep Seek, atau Perplexing—semua jawabannya kacau.”

Pesan seriusnya, jika bingung dalam hal iman, kembalilah pada pembimbing rohani: wali baptis, wali krisma, saksi nikah, atau pastor. Mereka adalah teman seperjalanan menuju kesucian yang dipilih Allah untuk mendampingi kita.

Sebagaimana tertulis dalam Kejadian 2:18, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Tuhan sungguh beserta kita (Emmanuel) melalui orang-orang yang menjadi penolong dan pendamping rohani.


S yang Kedua: Suci

Maria mampu melihat karya Allah bukan hanya pada dirinya, tetapi juga pada orang lain, seperti Elisabet yang disebut mandul namun kini mengandung. Maka kita pun diajak melihat karya Allah dalam pengalaman sesama—misalnya kemurahan hati umat yang membawa makanan untuk pesta Seminari atau membantu anak seminari yang sakit hingga menjadi viral dan menggerakkan banyak orang untuk menyumbang.

Bapa Uskup mengajak semua untuk terus melihat dan mengakui karya Allah yang penuh kasih, baik dalam hidup umat, orang tua yang rela menyerahkan anaknya menjadi imam, suster, maupun bruder.

Para Tamu yang menghadiri Undangan HUT Seminari Menengah St. Laurensius Ketapang yang ke-36

S yang Ketiga: Smart (Cerdas)

Dalam Injil Lukas dikisahkan bahwa Maria bergegas setelah menerima Kabar Gembira. Bergegas menuju tempat yang lebih tinggi memberi pandangan yang lebih luas, memperkaya wawasan, dan membuka lebih banyak kemungkinan.

“Bergegas merupakan ciri orang yang suka melayani,” ujar Bapa Uskup. Pelayan yang baik tidak berdiam diri, melainkan selalu bergerak. Perubahan kecil yang konsisten akan membuahkan hasil, seperti lahan di Seminari yang kini subur dan menghasilkan sayur-mayur untuk dijual secara sukarela.

Gerakan berarti pelayanan. Pelayanan yang cerdas akan menjaga kita dari berbagai godaan. Maka, jadilah pelayan yang cerdas, pastor yang cerdas, dan umat yang cerdas, agar hidup kita semakin dipenuhi Roh Kudus.

Bapa Uskup bersama Staff Seminari Menengah St. Laurensius Ketapang melakukan prosesi pemotongan tumpeng

Bapa Uskup menutup pesannya: “Jadilah orang yang Sukacita, Suci, dan Smart.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini