Minggu, 6 Oktober 2024, pkl. 07.00 WIB sampai 07.30 WIB merupakan hari yang penuh berkat bagi seluruh umat di Paroki St. Paulus Rasul, Tumbang Titi. Hari yang penuh berkat ini ditandai dengan suka cita dan kegembiraan seluruh umat dalam semarak perarakan patung Maria yang dimulai dari Taman Doa Susteran OSA menuju ke gedung Gereja Paroki. Sebelum perarakan dimulai, seluruh umat berkumpul dan berdoa bersama; mendengarkan katekese singkat tentang Bunda Maria sekaligus makna teologis dari perarakan patung Maria menuju ke Gereja. Katekese sekaligus doa pembuka dipersembahkan oleh Frater Tahun Orientasi Pastoral di paroki St. Paulus Rasul Tumbang Titi yaitu, Frater Petrus Riyant, calon imam diosesan Keuskupan Ketapang.

Alur proses perarakan ini terdiri dari beberapa bagian. Pertama, perarakan diawali dengan doa bersama di Taman Doa dengan mendaraskan tiga kali “Salam Maria”. Kedua, pembacaan ke-12 sabda tentang Maria oleh para petugas kemudian dilanjutkan dengan pendarasan doa “Salam Maria” yang diikuti oleh seluruh umat. Petugas pembacaan ke-12 Sabda Maria selama perarakan merupakan perwakilan mulai dari Suster OSA, Bruder FIC, Prodiakon/katekis, Legio Maria, KTM, WKRI, SEKAMI, Misdinar, SMP PL Tumbang Titi, SMAN 1 Tumbang Titi, OMK, dan ditutup dengan perwakilan DPP. Adapun untuk ke-12 sabda tentang Maria bersumber dari Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru antara lain, Kej 3:15; Yes 7:14; Luk 1:34; Luk 1:38; Luk 1:46-47; Kis 1:14; Yoh 19:25; Luk 1:28; Luk 2:19; Yoh 2:5; Yoh 2:35; dan Yoh 19: 26-27. Ketiga, penyambutan patung Maria oleh RD. Bonifasius Ubin, selaku pastor kepala paroki yang diiringi dengan tarian menuju ke panti imam dan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi bersama.

Seluruh umat penuh suka cita berkumpul di Taman Doa untuk mengiringi perarakan patung Maria menuju ke gedung Gereja paroki. Setelah doa pembuka kemudian mendengarkan briefing serta katekese singkat, dan seluruh umat memasuki kekhusukkan baru kemudian dilanjutkan dengan perarakan patung Maria, yang diawali dengan pembacaan sabda tentang Maria oleh petugas kemudian seluruh umat bersama-sama mendaraskan doa “Salam Maria”. Adapun di sepanjang jalan mulai dari tempat perarakan sampai di depan gedung Gereja dipenuhi dengan pagar ayu dengan sebatang lilin yang menyala. Lilin menyala ini merupakan simbol perjalanan umat beriman di dalam terang kasih dan keselamatan Allah dalam Yesus Kristus, sebagaimana dikatakan, “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh 8:12).

Selain itu, pagar ayu yang ditandai dengan lilin menyala sepanjang jalan perarakan bukanlah sekadar untuk keindahan ataupun semarak kemegahan namun mengungkapkan makna teologis secara biblis. Adapun makna dari perarakan dengan adanya pagar ayu yang membawa lilin ini sebagaimana mengingatkan umat beriman terkait dengan perumpamaan Yesus tentang gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh (Mat 25:1-13). Jumlah pagar ayu sebanyak 40 orang mengingat umat beriman tentang pencobaan Yesus di padang gurun (Luk 4:1-13). Dengan demikian sejak dari awal prosesi perarakan patung Maria sejatinya mengungkapkan perjalanan dan peziarahan umat beriman Berjalan Bersama Bunda Maria di dalam kasih Allah. Keteladanan sebagai manusia beriman ini sebagaimana diungkapkan oleh Maria terhadap karya keselamatan Allah, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malaikat itu meninggalkan dia (Luk 1:38).

Selama prosesi perarakan seluruh umat mengikuti dari belakang sembari mendaraskan doa “Salam Maria”. Hal ini sejatinya mengajak seluruh umat untuk menyadari belas kasih Allah lewat kisah keluaran (pembebasan) Bangsa Israel dari perbudakan mesir yang dibawa menuju ke tanah terjanji. Dengan kata lain, rangkaian prosesi perarakan patung Maria yang diikuti oleh umat ini mengungkapkan perjalanan iman akan belas kasih Allah, sebagaimana di dalam Kitab Keluaran dikatakan bahwa “TUHAN berjalan di depan mereka, pada siang hari dalam tiang awan untuk menuntun mereka di jalan, dan pada waktu malam dalam tiang api untuk menerangi mereka, sehingga mereka dapat berjalan siang dan malam” (Kel 13: 21).

Setibanya di depan Gedung Gereja ditandai dengan pembacaan sabda yang ke-12 oleh perwakilan DPP (Dewan Pastoral Paroki) dari Yoh 19: 26-27. Ayat ini dipilih sebagaimana tujuan dari perarakan patung Maria ialah memupuk kehidupan doa (devosi) dan kecintaan umat terhadap Bunda Maria, yang mana pusat dan sumber utamanya terarah kepada Yesus Kristus. Maka dari itu, perarakan ditutup dengan pembacaan sabda Maria dari Injil Yohanes 19: 26-27 yang berbunyi, “Ibu, inilah, anakmu!”, “anak, inilah ibumu”. Hal ini ditandai dengan penyerahan patung Maria oleh umat kepada Pastor dan dilanjutkan dengan Perayaan Ekaristi bersama. Terkait dengan ini, KGK (Katekesmus Gereja katolik) No. 1325 menggarisbawahi bahwa,

“Keikutsertaan dalam kehidupan ilahi dan kesatuan umat Allah membuat Gereja menjadi Gereja; keduanya ditandai dengan penuh arti dan dihasilkan secara mengagumkan oleh Ekaristi. Di dalamnya memuncak tindakan, yang olehnya Allah telah menguduskan dunia di dalam Kristus, demikian pula penghormatan, yang manusia sampaikan kepada Kristus dan bersama Dia kepada Bapa dalam Roh Kudus” (Kongregasi untuk Ibadat, Instr. “Eucharisticum mysterium” 6).

Penyerahan patung Maria diiringi dengan semarak tarian adat Dayak menuju ke panti imam kemudian RD. Bonifasius Ubin, selaku pastor kepala paroki melakukan pemberkatan, baru kemudian patung Maria ditakhtakan. Hal ini mengungkapkan bahwa devosi umat terhadap Bunda Maria sejatinya senantiasa terarah dan terpusat kepada misteri keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus. Dengan kata lain, devosi mengarahkan sekaligus menggugah iman dan kasih kepada Allah. Maka dari itu, puncak dari perarakan patung Maria ini dilaksanakannya Perayaan Ekaristi bersama. Di dalam KGK, No. 1324 dengan tegas dikatakan bahwa Ekaristi merupakan “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (LG 11). “Sakramen-sakramen lainnya, begitu pula semua pelayanan gerejani serta karya kerasulan, berhubungan erat dengan Ekaristi suci dan terarahkan kepadanya. Sebab dalam Ekaristi suci tercakuplah seluruh kekayaan rohani Gereja, yakni Kristus sendiri, Paska kita” (PO 5). Akhirnya, semoga selama bulan rosario ini kita semua senantiasa memupuk dan menimba semangat hidup doa, karya, dan pelayanan bersama Bunda Maria. “Per Mariam ad Jesum”, melalui Maria kita dituntun kepada Yesus.

Penulis: Fr. Petrus Riyant (Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang) – Pastoral di Paroki Tumbang Titi.

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini