Pemotongan Tumpeng oleh Bapa Uskup Ketapang

Merajut Persaudaraan Universal dalam Semangat Bhinneka Tunggal Ika

Ketapang, 14 September 2025 — Aula Keuskupan Ketapang di Jalan Jenderal A. Yani No. 74 pada Sabtu malam (13/9) menjadi saksi perjumpaan penuh kehangatan. Dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-13 Tahbisan Uskup Keuskupan Ketapang, Mgr. Pius Riana Prapdi, digelar sebuah acara istimewa bertajuk Silaturahmi Kebangsaan.

Acara ini mempertemukan berbagai tokoh lintas agama, pemuka adat, pejabat pemerintah, aparat keamanan, serta umat dari berbagai paroki. Semua hadir duduk dalam satu meja persaudaraan — simbol nyata komitmen untuk merawat harmoni dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika.


Inspirasi dari Dokumen Persaudaraan Universal

Dalam pidatonya, Uskup Ketapang menegaskan pentingnya dialog lintas agama dan peran tokoh masyarakat dalam menjaga persaudaraan sejati. Beliau mengutip inspirasi dari dua dokumen bersejarah: Dokumen Abu Dhabi tentang Persaudaraan Manusia (2019) yang ditandatangani Paus Fransiskus bersama Imam Besar Al-Azhar Ahmad al-Tayyib, serta Deklarasi Istiqlal 2024 yang ditandatangani Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. Nasaruddin Umar.

“Pesan dari Paus Fransiskus jelas: kita semua bersaudara. Tidak ada alasan untuk membiarkan agama dijadikan alat provokasi, apalagi permusuhan. Sebaliknya, agama adalah jalan menuju perdamaian, kesejahteraan, dan penghormatan martabat manusia,” tegas Mgr. Pius.

Ia juga menyinggung tema Bulan Kitab Suci Nasional 2025, “Allah Sumber Pembaruan, Relasi dalam Hidup”. Tema ini, menurutnya, menjadi pengingat bahwa pembaruan iman tidak bisa berhenti di ruang doa, melainkan harus diwujudkan dalam relasi yang sehat: antarumat beragama, antarbudaya, dan dalam kehidupan berbangsa.


Nilai-Nilai Universal: Dari Abu Dhabi hingga Istiqlal

Mgr. Pius menjabarkan sejumlah pokok penting dari kedua dokumen tersebut, antara lain:

  • Kerukunan Umat Beragama: perbedaan adalah rahmat, sarana harmonisasi, bukan konflik.
  • Dialog Antaragama: jalan efektif menyelesaikan konflik, khususnya yang dipicu penyalahgunaan agama.
  • Menolak Ekstremisme dan Kekerasan: agama tidak boleh dijadikan dalih perang atau teror.
  • Kebebasan Beragama: hak mendasar manusia yang tak bisa diganggu gugat.
  • Mengutamakan Kemanusiaan: setiap orang sama dalam martabat, hak, dan kewajiban.
  • Peduli Lingkungan Hidup: menjaga bumi sebagai rumah bersama.
  • Pendidikan untuk Masa Depan: generasi muda harus dibentuk dalam semangat toleransi dan perdamaian.

Misi Keuskupan Ketapang: Dari Altar ke Kehidupan Nyata

Pesan universal itu dihubungkan langsung dengan Misi Keuskupan Ketapang, khususnya Misi ke-3 dan Misi ke-4:

  • Misi 3: Pembinaan dan Pengembangan Iman melalui katekese, pendalaman Kitab Suci, dan pembinaan kader iman.
  • Misi 4: Pelayanan Kasih dan Keadilan Sosial — menghadirkan Kristus lewat pemberdayaan sosial-ekonomi, advokasi bagi masyarakat adat, pelestarian lingkungan, serta memperjuangkan damai dan kesejahteraan bersama.

“Pelayanan Gereja tidak berhenti di altar, tetapi juga harus menyentuh tanah, air, hutan, dan masyarakat adat yang hidup dari kearifan lokal. Kita hadir untuk memperjuangkan keadilan sekaligus menjaga bumi sebagai rumah bersama,” tandas Mgr. Pius.


Kehadiran Para Gembala dan Undangan

Acara ini turut dihadiri para pastor, bruder, dan suster dari berbagai tarekat, serta umat dari paroki-paroki se-Ketapang. Kehadiran mereka menjadi tanda nyata dukungan dan persaudaraan dalam karya pastoral.

Tidak hanya itu, hadir pula para pejabat pemerintah dan aparat keamanan. Dari jajaran pemerintah, hadir Absalon, SE., M.Sos., Staf Ahli Bupati Bidang Kemasyarakatan dan SDM; Drs. Heryandi, M.Si., Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra; hingga Dr. H. Ucup Supriatna, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Ketapang. Dari aparat, Kapolres Ketapang AKBP Muhammad Harris, perwakilan Dandim 1203, serta Danlanal melalui Kapten Laut (PM) Joko Wiranto meneguhkan komitmen menjaga kerukunan.

Tokoh NU, Remin Nuryadin, M.Pd.I, turut memberikan ucapan selamat ulang tahun tahbisan. “Ketapang ini sangat aman dan damai karena kita hidup bersama dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

Dari pihak adat dan lintas agama hadir pula Ketua MABM Ketapang, H. Irvan Masyad, bersama tokoh Muslim, Buddha, dan Konghucu. Ketua FKUB Ketapang, Drs. Heronimus Tanam, M.E., menegaskan kembali komitmen lembaga itu menjaga keharmonisan antarumat beragama.


Simbol Persaudaraan: Doa dan Cendera Mata

Acara ditutup dengan doa bersama lintas agama yang dipimpin Ustadz Nanang. Semua hadirin menyatukan hati, memohon berkat untuk Ketapang dan Indonesia. Sebagai tanda persaudaraan, Uskup menyerahkan cendera mata kepada para tokoh yang hadir.

“Semoga malam ini kita bisa mengambil satu kesimpulan: kita semua bersaudara. Mari teruskan silaturahmi ini demi persaudaraan, perdamaian, dan kesejahteraan bersama,” pungkasnya.


Makna Silaturahmi Kebangsaan bagi Indonesia

Silaturahmi Kebangsaan bukan sekadar perayaan tahbisan, tetapi momentum penting untuk meneguhkan kembali persaudaraan lintas iman dan budaya di tengah tantangan global: krisis lingkungan, perpecahan sosial, hingga ekstremisme.

Dengan semangat kearifan lokal Dayak, “Adil ka’ talino, bacuramin ka’ saruga, basengat ka’ jubata”, masyarakat Ketapang menegaskan komitmennya untuk hidup adil, berbudi luhur, dan setia kepada Tuhan. Pesan dari Abu Dhabi dan Istiqlal memperkuat langkah itu: kerukunan adalah warisan universal yang wajib dijaga dan diwariskan bagi generasi muda.


✍️ Ditulis oleh:
Tim Redaksi Komunikasi Sosial (Komsos) Paroki Santo Agustinus Paya Kumang

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini