Sudah sejak pukul 07.15 WIB, kaki-kaki kecil melangkah ke arah pintu gerbang Gereja Kuasi Paroki St. Maria Bunda Allah, Botong. Pemandangan yang langka kiranya mengingat setiap Sabtu pagi lebih banyak motor yang berlalu-lalang di depan Gereja dan pastoran sementara kaki-kaki kecil berderap ringan ke sekolah. Mereka tidak hanya berasal dari pusat Kuasi Paroki di Botong, melainkan dari Kring Jangant dan Kontok yang cukup jauh, serta Stasi St. Paulus dari Salib Empasi dan St. Petrus Kek Baok yang cukup dekat dengan pusat Kuasi Paroki. Tentunya, agak disayangkan karena lima stasi di daerah Kualan Tengah (Simbal, Siong, Kemunduk, Paoh, dan Teluk Sandong) kesulitan untuk bergabung karena jarak yang jauh bagi anak-anak.
Pada hari itu, mereka tidak ke Gereja untuk berlatih misdinar, kerja bakti membereskan Gereja untuk Ekaristi Hari Minggu, atau bahkan bermain-main. Memang, tetap ada permainan, tetap ada gelak tawa, tetap ada suara nyaring anak-anak yang bernyanyi, dan tetap ada acara membersihkan gereja. Akan tetapi, semua itu dibungkus dalam kegiatan rekoleksi. Secara khusus, rekoleksi bagi anak-anak SEKAMI

Sarana Menumbuhkan Kesadaran Praktis
Sasaran utama rekoleksi SEKAMI pada bulan Agustus 2022 ini adalah menumbuhkan kesadaran-kesadaran praktis pada diri anak-anak maupun pendamping. Kesadaran-kesadaran praktis tersebut meliputi kesadaran akan dinamika relasi peer-group di Kualan Hulu serta kebersamaan dan ketepatan dalam persiapan dan pelaksanaan suatu kegiatan.
Bagi anak-anak, kesadaran akan kebersamaan dalam persiapan rekoleksi ini tampak dalam dua hal. Pertama, prasyarat untuk mengikuti kegiatan rekoleksi SEKAMI, yaitu keharusan untuk mengikuti kegiatan SEKAMI setiap minggu di Stasi masing-masing. Jika ada catatan absen tiga kali dalam kegiatan mingguan, mereka tidak diperbolehkan untuk mengikuti rekoleksi.
Kedua, mereka yang ikut wajib mengumpulkan uang Rp. 10.000 dan beras satu canting kepada masing-masing pendamping. Meskipun seluruh kegiatan rekoleksi dapat dibiayai dengan KAS SEKAMI dari Botong, Stasi Empasi, maupun Stasi Kek Baok, setiap anak wajib mengumpulkan uang dan beras guna menumbuhkan kesadaran bahwa kegiatan rekoleksi ini terjadi berkat andil mereka pula. Maka, meskipun uang dan beras tersebut diberikan oleh para orangtua, anak-anak memiliki kewajiban untuk menyerahkannya secara langsung kepada para pendamping.
Kedua kewajiban ini disepakati oleh para pendamping untuk menumbuhkan kesadaran praktis pada anak bahwa kegiatan rekoleksi yang akan mereka ikuti berasal dari mereka dan untuk mereka juga. Kesadaran semacam ini hendak ditumbuhkan untuk mematahkan semangat “ikut karena acara besar” yang ‘menjangkiti’ cukup banyak orang.
Selain itu, dinamika rekoleksi ini juga menjadi sarana bagi pendamping untuk saling belajar dan bekerja sama satu dengan yang lain. Setiap pendamping dengan rendah hati mengakui bahwa ada banyak sekali kekurangan dari mulai persiapan sampai pada pelaksanaan kegiatan tersebut. Satu minggu setelah kegiatan berlangsung, seluruh kegiatan ini dievaluasi dan direfleksikan. Semua pendamping sepakat bahwa kegiatan rekoleksi awal ini merupakan suatu pembelajaran yang berharga bagi proses pendampingan yang lebih baik untuk anak-anak SEKAMI, baik di tingkat stasi maupun di tingkat paroki.

Memasuki “Pintu yang Sesak”
“Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sesak itu! Sebab Aku berkata kepadamu: Banyak orang akan berusaha untuk masuk, tetapi tidak akan dapat.” (Luk. 13:24)
Fokus dari kegiatan rekoleksi awal tahun ajaran ini adalah untuk menumbuhkan kesadaran-kesadaran praktis pada diri anak-anak. Maka, materi dan kegiatan yang ditawarkan kepada anak-anak juga diusahakan untuk sangat sederhana dan tidak memakan waktu yang sangat banyak. Materi rekoleksi SEKAMI, 20 Agustus 2022 yang lalu diambil dari buku Aku Sahabat Yesus tahun C Minggu ke XXII. Judulnya adalah “Yesus Sang Pintu Kerajaan Allah.”
Pendalaman mengenai tema tersebut dilakukan melalui permainan memindahkan kelereng dengan meniti papan dan tali serta dinamika mewarnai di dalam ruangan. Permenungan utama disampaikan oleh Fr. Y. Bayu Aji Prasetyo, SJ dengan meminta semua anak untuk memejamkan mata dan mengingat kembali perasaan-perasaan yang muncul ketika melakukan kegiatan-kegiatan tersebut; khususnya dalam permainan.
Banyak yang menjawab bahwa muncul perasaan senang, namun sulit. Hal ini erat berkaitan dengan relasi sosial ketika seseorang berusaha mencintai tanpa pamrih. Ada perasaan senang ketika melakukan hal tersebut, namun tidak dapat dipungkiri banyaknya kesulitan yang menghampiri. Pada akhirnya, setiap anak sepakat bahwa memasuki “pintu yang sesak” berarti meneladan Yesus yang mencintai tanpa pamrih. Pada dasarnya, tidak ada perasaan senang di sana, namun hanya ada kesulitan. Akan tetapi, di akhir akan terlihat bahwa meneladan Yesus memberikan suatu kebahagiaan yang tidak dapat diungkapkan.
Kegiatan rekoleksi pun diakhiri dengan ekaristi yang dipimpin oleh Rm. P. Bagus Widyawan, SJ dan dilanjutkan dengan makan siang serta foto bersama. Tidak lupa juga, semua anak yang terlibat diminta untuk turut membersihkan gedung gereja agar umat yang merayakan Ekaristi Minggu pagi esok hari mengalami sukacita yang serupa dengan mereka.

    

(Fr. Yosephus Bayu Aji Prasetyo, SJ – Tahun Pertama Orientasi Kerasulan Ordo Serikat Yesus)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini