
Salah satu ciri khas pewartaan Nabi Yehezkiel adalah penyampaian pesan ilahi melalui tindakan simbolis yang dramatis dan penuh makna. Ia dipandang sebagai nabi yang diutus untuk menegur bangsa Israel atas kenajisan dan pemberontakan mereka terhadap Tuhan. Pesan akan hukuman dan pertobatan tidak hanya disampaikan lewat kata-kata, tetapi juga melalui tindakan konkret yang mengejutkan dan menggugah.
Dalam Kitab Yehezkiel, dicatat bahwa nabi ini pernah diperintahkan untuk memakan roti yang dibakar di atas kotoran hewan (Yeh. 4:9–17), sebagai lambang kenajisan Israel dalam pembuangan. Ia juga diperintahkan untuk mencukur rambut dan janggutnya, kemudian membagi rambut itu menjadi tiga bagian untuk dibakar, ditebaskan dengan pedang, dan dihamburkan ke angin (Yeh. 5:1–2), yang melambangkan nasib tragis yang akan menimpa bangsa Israel (Yeh. 5:12). Tindakan lainnya termasuk bertepuk tangan dan menghentakkan kaki sebagai tanda duka dan murka Allah (Yeh. 6:11), serta melubangi tembok rumahnya lalu membawa keluar barang-barangnya di hadapan orang banyak, sebagai tanda pengasingan dan pembuangan yang akan dialami oleh bangsa itu (Yeh. 12:1–7). Bahkan, ketika istrinya meninggal, Tuhan memerintahkan Yehezkiel untuk tidak meratap atau menangisinya, sebagai tanda bahwa kehancuran Yerusalem akan datang begitu tragis hingga tidak ada waktu untuk berkabung (Yeh. 24:15–27).
Selain tindakan simbolis yang mencolok, Yehezkiel juga menerima berbagai penglihatan yang sangat simbolik dan tidak biasa. Ia melihat angin badai yang datang dari utara disertai dengan empat makhluk hidup yang misterius (Yeh. 1:4–25), kemudian mendapat penglihatan tentang kemuliaan Allah (Yeh. 1:26–2:7) dan diperlihatkan gulungan kitab yang harus ia makan, simbol dari sabda Tuhan yang harus ia wartakan (Yeh. 2:8–3:3). Ia juga diberi penglihatan mengenai kehancuran Bait Allah (Yeh. 8:1 dst), tulang-tulang kering yang hidup kembali sebagai lambang kebangkitan bangsa Israel (Yeh. 37:1–14), serta visi tentang Bait Suci dan Kota Kudus yang baru, menggambarkan pemulihan dan pembaruan umat Allah (Yeh. 40–48).
Tradisi kenabian dalam Kitab Suci memperlihatkan bahwa pengalaman penglihatan dan mimpi tidak terbatas pada Yehezkiel saja. Yusuf, putra Yakub, bermimpi tentang berkas-berkas gandum saudara-saudaranya yang menyembah berkas gandumnya, serta matahari, bulan, dan bintang-bintang yang memberi hormat kepadanya (Kej. 37:7–11). Nabi Yesaya melihat Tuhan dalam kemuliaan-Nya dan menerima panggilan ilahi (Yes. 6:1–13). Nabi Amos memperoleh beberapa penglihatan mengenai hukuman atas Israel, dan bahkan berani membujuk Tuhan agar menunda amarah-Nya (Am. 7–9). Yeremia mendapat penglihatan dua keranjang buah ara—yang satu baik dan yang lain sangat buruk—sebagai lambang dari nasib bangsa Israel dan umat sisa yang setia (Yer. 24:1–10). Nabi Mikha diberi penglihatan mengenai kekalahan pasukan Israel melawan tentara Aram (1 Raj. 22:19–40), sedangkan Musa dipanggil melalui penampakan semak yang menyala tetapi tidak hangus (Kel. 3:2–4:17). Yakub mengalami penglihatan tangga yang menjulang ke langit dengan para malaikat Allah naik turun di atasnya (Kej. 28:12), sebagai tanda kehadiran Allah dalam perjalanannya.
Dalam Perjanjian Baru, penglihatan dan mimpi juga menjadi bagian penting dalam pewahyuan Allah. Yusuf, suami Maria, beberapa kali diberi petunjuk dalam mimpi (Mat. 1–2); Santo Petrus mendapat penglihatan tentang makanan haram sebagai simbol inklusivitas keselamatan bagi bangsa-bangsa lain (Kis. 10); Santo Paulus menerima banyak wahyu dalam penglihatan dan pengalaman mistik (lih. Kis. 9; 2 Kor. 12); Santo Stefanus melihat langit terbuka menjelang kematiannya (Kis. 7:55–56); dan tentu saja Yesus sendiri kerap kali berbicara dalam penglihatan maupun saat transfigurasi di hadapan para murid.
            
		


















