SEJARAH PERKEMBANGAN GEREJA KATOLIK DI KEUSKUPAN KETAPANG
Bermula dari karya paraImam Ordo Kapusin Provinsi Belanda menerima tanggungjawab atas prefektur Apostolik Borneo yang baru saja didirikan tahun 1905. Pada tanggal 30 Nopember 1905 para missionaris pertama tiba di Singkawang,tahun 1906 Sejiram mendapat tenaga imam lagi, dan 1908 membuka stasi baru di Laham pinggir Sungai Mahakam, Kaltim. Pada saat inilah para misionaris mulai teratur berdatangan ke berbagai tempat di Kalimantan.
Tahun 1910 di Ketapang ada lima keluarga Tionghua Katholik. Mereka inilah pembawa dan penyebar Agama Katholik pertama di wilayah Ketapang. Mereka berasal dari negeri Tiongkok yang meninggalkan tanah airnya, merantau melalui Singapura, Penang, Pontianak dan akhirnya sampai menetap di Ketapang. Tiga orang bersaudara Tionghua pertama kali menyebarkan Agama Katholik yaitu Tan A Hak, Tan A Ni dan Tan Kau Pue. Tetapi Tan A Hak lah yan paling suka merantau. Mereka berhasil menarik perhatian Mgr. Pacifikus Bos, Ofm Cap prefek Apostolik Pontianak, berkunjung tahun 1911 yang memang waktu itu termasuk wilayahnya.
Sejak dikunjungi Mgr. Bos, Ketapang lalu dikunjungi dua kali setahun oleh Pater-Pater Kapusin yaitu P.Salvator dan P.Marcellus.
BERMULANYA ORGANISASI GEREJA KATOLIK DI kETAPANG
Jumlah pendatang-pendatang Tionghua Katolik semakin bertambah banyak, maka misi membeli sebidang tanah untuk mendirikan sebuah sekolah bagi anak-anak mereka dan rumah bagi gurunya, serta rumah ibadat kecil. Seorang guru agama didatangkan dari Singapura bernama Ng Liap Siang dari Swatow ayah dari Ng Ce Meng (Toko Budi). Beberapa keluarga Tionghua Katholik tinggal menetap di daerah pantai seperti Suka Dana, Tolak, Telok Melanau dan Pulau Kumbang. Ada juga di pedalaman seperti Sandai, Simpang Dua dan Nanga Tayap. Di Sandai missi pernah membangun sebuah sekolah bagi “sengsang” Ng Song Po. Tetapi setelah gurunya pulang ke Tiongkok sekolah tersebut tutup. Tan A Hak atau Tan Teng Hak merantau dan menetap di Serengkah.
Pada bulan Januari 1918, Mgr.Pacificus Bos, OFM Cap berdasrkan informasi dari Tan Teng Hak (Tan A Hak) pedagang Cina bahwa di Serengkah banyak orang Daya maka P.Bos berkunjung ke Ketapang langsung mudik ke Serengkah memberikan pelajaran agama kepada Gumalo Moerial punduhan Pesaguan selama 10 hari dan langsung mempermandikannya dengan nama Yosef.Gomalo Moerial merupakan turunan ketujuh dari Demong Serengkah, beliau merupakan Datuk (Kakek) P.F.Bantang dan Banding. Pada waktu itu juga Mgr.Pacifikus Bos berkeinginan serta minta ijin untuk mendirikan sekolah Katolik. Sepulangnya dari Serengkah Mgr.Bos membawa pulang dua orang putra Daya untuk disekolahkan di Pontianak. Mereka adalah Bantang bin Banjir dan Pakit bin Lebit. Hanya Pak Pakit kurang maju dalam bersekolah hingga pulang lagi ke kampung halamannya.
Pada tahun 1919 didirikanlah sekolah missi di Serengkah yang berlokasi di Laman Baru dengan atap daun lalang serta kursi bambu. Gurunya yang pertama orang Tionghua Bapak Yohanes Amok. Guru yang pernah lagi megajar Bapak Runtu dan Bapak Minokan (asal Manado). Pada tahun 1917 di Tumbang Titi, Nanga Tayap dan Sandai sudah didirikan sekolah volksschool. Pada 25 Desember 1919 P.F.Bantang dipermandikan di Sejiram.
Selesai studi P.F.Bantang diangkat menjadi guru Kepala sekolah di Ganjintan Singkawang tahun 1923 dan pengawasannya diberikan kepada seorang pastor. Pada tahun 1926 sampai dengan 30 Oktober 1942 P.F.Bantang menjadi kepala Sekolah missi di Serengkah merangkap guru agama katolik. Tahun 1928 sekolah misi mendapat sekolah desa (volkschool) tiga tahun.
Tahun 1931 Gedung Gereja pertama di Serengkah didirikan di atas tanah yang disumbangkan penduduk kepada missi diberikan hak atas guna bangunan. Mulai saat itulah Serengkah menghadapi masa depan yang gemilang.
Di Riam Danau dan Tanjung tinggal pula orang-orang Tionghua Katlik; mereka datang dari Mandor dan mendapat kunjungan dari Serengkah. Karena Riam Danau Kampung Melayu maka usaha misi tidak dapat berakar lebih lanjut.
Tahun 1927 Mgr.Pacificus Bos ke Tanjung dan mengangkat J.X.P.Rehal sebagai guru Sekolah Negeri Tanjung yang sudah dibuka sejak tahun 1921. J.F.X Rehal berasal dari Serengkah dan karena usahanya belajar sendiri (autodidak) ia diangkat mejadi guru di Semapau (Kec.Sungai Laur). Rehal menganut agama Katolik dan menyebar agama pertama di Tanjung. Salah satu muridnya yang giat menyebarkan agama Katolik adalah M.Tembirik, Dam. Hadir, dan Manggar ketiganya bersaudara.
Tahun 1934 gereja Tanjung berdiri, C.Ringkat seorang guru yang rajin bekerja asal Tanjung. Di daerah Matan Hulu 1929 mulai berkarya secara aktif misi di Kampung Randau didirikan dengan pelajaran agama katolik yang diajarkan J.F.X.Rehal di Semapau. Tanggal 1 Mei 1929 sekolah di Randau dibuka secara di Randau.
Tahun 1937 Mgr.Van Valenberg memutuskan membuka resmi stasi tetap di daerah Matan Hulu. Pilihan jatuh pada Tumbang Titi, mengingt tempatnya yang sangat strategis dan sentral. Tahun 1938 dua pastor Kapusin yaitu P.Leo De Jong dan P.Gerardus menetap di Tumbang Titi. Missi meyebarkan agama ke Sungai Laur, Kepari dan Sepotong. Rintangan missi selalu menghantam terutama perselisihan antar kampung dan politik cerdik yang dilakukan penembahan dan orang Melayu. Orang Melayu selalu mengatakan kepada orang Daya, Agama Katolik “Agama Penjajah”. Kalau kamu masuk katolik berarti kita akan dijajah lagi. Tetapi berkat perjuangan tokoh awam dan para misionaris, semua itu dapat dilalui denagn mulus. Merka itu seperti Pacifikus Bantang (alm) di Serengkah, Silvester Tjoroh di Randau, P.J.Denggol di Tumbang Titi dan JXP.Rehal di Semapau.
Akhir tahun 1941 pecahlah perang dengan Jepang. Tanggal 25 Mei 1942 tentara Jepang memanggil dan mengumpulkan para misionaris diangkut dan diinternir di Kuching (Serawak) sampai akhir perang. Jumlah Pastor dan Bruder 100 orang (Hulten, 27 : 1993). Tahun itu umat katolik di Ketapang baru 300 orang.
JAMAN SESUDAH PENDUDUKAN JEPANG 1946-1954
Perkembangan Gereja semakin pesat sedangkan jumlah misionaris tidak terlalu banyak, maka bagian Selatan Kalbar yaitu Kabupaten Ketapang belum dapat dilayani Prefektur Apostolik Pontianak secara maksimal. Baru setelah perang dunia II berakhir, ketika para Pater Passiionis datang membantu, daerah Ketapang mendapat perhatian penuh. Mulai saat itu ketapang menghadapi masa depan gemilang. Awal Mula Passionis di Ketapang Atas permintaan Mgr.Van Valenberg, OFM Cap memohon agar Pater-Pater Passionis nersedia berkarya di Kalbar. Maka permohonan ini disambut baik oleh Pater General dari Perserikatan Passionis dan Vicaris Apostolik Pontianak memutuskan bahwa konggregasi Passionis akan berkarnya dibawah vikariat Pontianak.
Wilayah karya pertama Passionis Belanda meliputi : Daerah Ketapang, Suka Dana dan Telok Melano. Kebanyakan penduduk terdiri atas orang Melayu, Tionghua yang tinggal di daerah pantai dan orang Daya di daerah pedalaman. Perjanjian dengan Kapusin dilaksanakan dengan Pater Clemens.
Tahun 1939 Pater Dominikus sebagai propinsial menunjuk P.Canisius Pijnappels, CP,P.Theophile Seesing, CP dan P.Bernadinus Knippenberg,CP untuk bersedia berkarya di Kalbar. Atas usul Mgr.Van Valenberg sebelum berabgkat sebagai missionaris perlu dipesiapkan para missionaris dua orang belajar Bahasa Melayu selama 1 taun dan satu orang P.Bernadinus belajar bahasa Tionghua selama 4 tahun.
Tanggal 18 Juni 1946 tiga missionaris pertama berangkat dengan kapal laut tentara negeri Belanda “Bolendam” ke Indonesia. Keberangkatan tiga missionaris ke Indonesia merupakan saat bersejarah bagi konggregasi Passionis.P.Theo-phile Seesing, CP batal berangkat karena kondisi belum mengijinkan beliau diganti oleh P.Plechelmus Dullaert, CP.
Tanggal 26 Juli 1946 dengan pesawat Dakota berangkat menuju Pontianak, P.Plechelmus Dullaert, CP langsung ke Ketapang, P.Canisius Pijnappels, CP langsung ke Nyarumkop sedangkan P.Bernadinus Pijnappels, CP sebagai superior tinngal beberapa bulan di Pontianak mempelajari garis-garis besar karya pastoral, administrasi, kearsipan policy misi, pemerintahan, dan agama lain serta memperdalam bahasa Tionghoa khususnya Bahasa Hok Lo.
Tanggal 1 Oktober 1946, P Bernardinus tiba di Ketapang. Bulan November 1946 ketiga misionaris sudah berada di Ketapang, dua yaitu P.Canisius dan P.Plechelmus menetap di pedalaman yaitu Tumbang Titi. Sedangkan P.Bernardinus menetap di Ketapang kota untuk melayani orang-orang TiongHoa Katolik. Sampai bulan Juni 1947 ketiga Pater masih didampingi 2 Pater Kapusin yaitu Pater Martinus dan P.Leo De Jong. Umat Katolik waktu itu baru berjumlah kurang dari 600 orang. Umat Katolik di Ketapang berjumlah 140 orang yang terdiri dari 106 orang TiongHoa, 19 Daya, 10 Belanda, selebihnya di stasi-stasi. Terdiri dari 133 orang di stasi. Mereka tinggal tersebar di Sungai Awan, Teluk Batang, Suka Dana dan Pulau Kumbang.
Tahun 1948, Misi membuka daerah baru di Randau dan permulaan tahun 1949 di Tanjung. Dengan demikian sudah empat daerah misi yaitu Tumbang Titi, Ketapang, Randau, dan Tanjung. Tahun 1953 misi membuka basis di Sepotong (Sungai Laur) dua Pater menetap di situ. Tanggal 1 Juli 1950 Mgr.Van Valenberg,Uskup Agung Pontianak mengangkat Pater Raphael Kleyne, CP sebagai vicarius delegatus untuk daerah misi Ketapang. Tanggal 27 Februari 1952 beliau bersama bruder Caspard Ridder de can de Schueren meninggal dunia akibat kecelakaan motor air tenggelam di Sungai Pesaguan. Tahun 1953 Pater Gabriel W. Silekens, CP diangkat menjadi superior religious Passionis misi Ketapang dan vicarius delegatus (wakil vikaris).
PERKEMBANGAN SELANJUTNYA 1954 – 1983
Tanggal 26 Juni 1954 Misi Ketapang oleh Paus Pius XII diubah statusnya menjadi Prefektur Apostolik. Prefek pertama P.Gabriel W.Sillekens, CP yang selama dua tahun menjabat sebagai superior religious. Atas permintaan Roma, daerah Sekadau dan Meliau yang termasuk Kab.Sanggau digabungkan menjadi Prefektur Apostolik Ketapang. Maka dengan tambahan tersebut, luasnya menjadi 42.800 km2.
Tahun 1960 para Pater Passionis Italia datang membantu kerja Pater Passionis Belanda di Wilayah Sekadau dan Meliau. Sejak tahun 1954 tenaga bantuan dari Negri Belanda dilarang lagi ke Indonesia sedangkan imam pribumi belum ada. Tahun 1960 Pastor Dr.TH.Lumanauw,Pr anggota MPRS menyumbangkan tenaganya untuk keuskupan Ketapang, beliau dari keuskupan Manado. Beliau menjabat Vikaris Jendral, Pengurus Yayasan, Pastor Paroki, St. Gemma. Pada tahun 1961 Pastor asal Jawa, Jogjakarta P.Canisio Setiardjo,CP yang ditahbiskan 1959 menyumbangkan tenaganya di ketapang.
Tanggal 3 Januari 1961 Prefektur Apostolik Ketapang diubah statusnya menjadi Keuskupan. Mgr.Sillekens,CP diangkat menjadi Administrator Apostolik Ketapang. Tanggal 28 April 1962 Gabriel W.Sillekens,CP diangkat menjadi Uskup Ketapang. Tanggal 10 Juni 1962 Pemberkatan Gedung Gereja Katedral Santa Gemma pelindung Missi Ketapang.