Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Palembang, yang memberikan materi rekoleksi di Rumah Adat Payak Kumang Catholic Center, Keuskupan Ketapang.

Kegiatan Rekoleksi dimulai dengan ibadat pagi, dilanjutkan dengan pengenalan para frater yang akan menerima tahbisan Diakonat dan Top. Sesi ini dimoderatori oleh Vikaris Jenderal Keuskupan Ketapang, RD. Laurensius Sutadi. Narasumber utama dalam sesi ketiga ini adalah Mgr. Yohanes Harun Yuwono, Uskup Agung Palembang, yang memberikan materi rekoleksi di Rumah Adat Payak Kumang Catholic Center, Keuskupan Ketapang. Sebenarnya sesi 1 dan 2 sudah dimulai pada hari sebelumnya. Oleh karena penulis baru tiba di Ketapang pada 24 Juni 2025 dan baru bisa hadir pada sesi 3 di tanggal 25 Juni 2025, reportase ini baru dapat dirangkum.

Kegiatan rekoleksi diikuti oleh Mgr. Pius Riana Prapdi, Uskup Ketapang, beserta seluruh imam, biarawan, dan biarawati dari berbagai tarekat dan kongregasi yang berkarya di Keuskupan Ketapang. Tema rekoleksi kali ini adalah “Bersama Yehezkiel dan Para Nabi: Menafsirkan Pesan Tuhan dalam Mimpi dan Penglihatan.”

Dalam pemaparannya, Mgr. Yohanes Harun Yuwono menyampaikan bahwa dalam tradisi Jawa dikenal beberapa istilah tentang mimpi, seperti titioni (mimpi yang terjadi karena terlalu cepat tidur), gondoyoni (mimpi yang terjadi menjelang tengah malam dan biasanya kurang bermakna), serta puspo tajem (mimpi yang terjadi menjelang subuh dan dianggap memiliki makna khusus bila direnungkan dengan saksama).

Beliau juga menjelaskan bahwa mimpi kerap dianggap sebagai kembang tidur, namun dalam pengalaman rohani, mimpi bisa menjadi wahana komunikasi Allah dengan manusia. Sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Kejadian, Yakub pernah mempertanyakan arti mimpi Yusuf, yang ternyata merupakan wahyu Allah.

Setelah pemaparan materi, para peserta diberikan kesempatan untuk berbagi pengalaman rohani mereka melalui mimpi. Romo Edu, dalam sesi sharing, menceritakan tentang sebuah mimpi yang ia alami—ia melihat pohon-pohon, bukit, dan sebuah jembatan. Awalnya ia merasa tempat itu tidak nyata, namun kemudian ia menyadari bahwa dalam suatu kesempatan di Rowoseneng, ia melewati jalan sawah yang mirip dengan yang ia lihat dalam mimpi. Hal ini membuatnya bertanya-tanya, dengan nada bercanda, apakah mimpinya berasal dari Tuhan atau dari setan. Seluruh peserta rekoleksi merespon dengan tertawa.

Sr. Marieta, OSA, juga berbagi pengalamannya selama masa pandemi COVID-19. Ia bertugas di komunitas Sidoarjo, Surabaya, dan karena pembatasan, hanya dapat mengikuti Misa secara daring. Dalam tidurnya, hampir setiap malam ia bermimpi sedang mengikuti Perayaan Ekaristi. Ia menyadari bahwa mimpi tersebut merupakan ungkapan kerinduan rohaninya yang mendalam akan kehadiran Tuhan dalam Ekaristi.

Romo Eltara dari TB Titi mengisahkan bahwa ia pernah bermimpi sedang membersihkan halaman di depan Jangli, dan dalam mimpi tersebut ia melihat ular berwarna hijau. Karena penasaran, ia memanggil temannya, namun ular itu justru menggigitnya. Dalam kenyataan, dua teman yang ia sebutkan dalam mimpi tersebut akhirnya meninggalkan panggilan hidup membiara. Ia juga bermimpi membantu seorang perempuan melahirkan —pengalaman yang kemudian sejalan dengan kenyataan, karena pastoran tempat ia tinggal sering dipakai umat untuk menginap saat mengikuti pertemuan mahasiswa.

Sr. Fabiola, OSA, membagikan pengalaman mimpinya sekitar tahun 2001–2002. Dalam mimpinya, ia melihat dua imam dari keuskupan lain. Salah satu dari mereka, yang sempat tidak aktif dalam pelayanan misa, tampak sedang mempersembahkan misa dalam mimpinya. Setelah menerima Komuni dalam mimpi itu, hosti yang ia makan berubah seperti rasa ikan teri. Beberapa waktu kemudian, imam tersebut kembali berkarya di keuskupannya.

Mgr. Yohanes Harun Yuwono sendiri juga membagikan sejumlah mimpi yang ia alami sejak masa kecil. Saat masih di bangku sekolah dasar, ia pernah bermimpi tentang kiamat, di mana matahari tampak hanya setinggi pohon kelapa. Ia tidak merasa takut, justru merasakan ketenangan. Di masa remaja, saat retret di Berastagi, ia pernah bermimpi dicekik oleh setan. Dalam mimpi itu, ia memberkati makhluk tersebut, dan makhluk itu pun melarikan diri. Saat mengikuti TOP, ia bermimpi dikejar dua ekor ular, salah satunya berambut panjang.

Ketika menempuh studi di Filipina, ia bermimpi melihat ayahnya terlibat dalam kegiatan pembaruan pastoral, bahkan mengenakan jubah imam. Hal ini membuatnya heran, karena jika ayahnya adalah seorang imam, maka siapa dirinya? Ia juga bermimpi menendang ular yang hendak menggigitnya, dan saat terbangun, ia menyadari bahwa ia benar-benar menendang tembok hingga kuku jempol kakinya hampir copot.

Mgr. Yohanes juga mengisahkan mimpi-mimpi profetik lainnya. Pada 30 April 2017, menjelang pemberkatan makam Mgr. Hilarius, ia bermimpi almarhum Uskup datang dan menyalaminya. Pada 20 Juni 2017, dalam mimpi lainnya, ia melihat RP Adrianus Sunarko, OFM, mengenakan jubah putih dan berjalan melewati para uskup, lalu menghampirinya dan menyalaminya. Dua hari kemudian, ia menerima telepon dari Duta Vatikan yang memberitahukan bahwa RP Adrianus Sunarko terpilih menjadi Uskup Pangkalpinang. Mgr. Yohanes mengumumkan penunjukan itu secara resmi pada 28 Juni 2017, seraya menyampaikan bahwa ia telah menerima isyarat tersebut melalui mimpi.

Lanjutan: Rekoleksi Para Imam, Frater, Bruder, Suster Se-Keuskupan Ketapang: Sesi 3 – Menafsirkan Pesan Tuhan dalam Mimpi dan Penglihatan (Bag. 2)

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini