SILAHTURAHMI TOKOH LINTAS AGAMA DAN TOKOH MASYARAKAT KABUPATEN KETAPANG

Pada tanggal 28 Desember 2024, berlangsung acara Silaturahmi Tokoh Lintas Agama dan Tokoh Masyarakat Kabupaten Ketapang di Hotel Borneo Emerald, Ketapang. Dengan mengusung tema “Merajut Persaudaraan dan Menjaga Harmonisasi di Tengah Keberagaman Pasca Pilkada di Kabupaten Ketapang”, kegiatan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat hubungan antarumat beragama sekaligus merespons dinamika sosial pascapemilihan kepala daerah.

Acara ini dihadiri oleh 5 tokoh agama dari berbagai kepercayaan yang ada di Kabupaten Ketapang, kecuali perwakilan dari agama Konghucu. Kelima tokoh yang menjadi perwakilan dari agama-agama yang ada di kabupaten Ketapang bersama-sama menyampaikan pesan moral yang disampaikan kepada perwakilan lintas agama, etnis dan budaya, KAPORLES, DAMDIM serta perwakilan dari ketiga paslon yang mengikuti pilkada calon bupati dan calon wakil bupati di kabupaten ketapang. Bersilahturahmi melahirkan persaudaraan, kerukunan dan harmonisasi yang baik diantara umat beragama.

KH. Abdullah Alfaqir, SE, ME, dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyampaikan bahwa sesuatu itu akan menjadi indah, tergantung kita yang menikmati. Ada tiga poin penting dalam sambutannya yakni:

1. Perbedaan sebagai keniscayaan
Tokoh agama perlu menyuarakan perbedaan yang lebih baik. Perbedaan digambarkan sebagai sebuah alat musik yang dapat menghasilkan bunyi atau suara yang indah Ketika dimainkan secara Bersama-sama dengan irama yang sama kedati alat musiknya berbeda.

2. Perbedaan itu Indah
Manusia yang ada di kabupaten Ketapang berasal dari aneka suku, agama dan budaya. Itulah yang memperkaya hidup serta yang membuatnya menjadi indah.

3. Hati-hati terhadap Hoaks
Penting bagi kita untuk menyikapi informasi secara objektif. Sikap memilah-milah terhadap informasi yang tidak baik sangat penting bagi dunia dewasa ini demi menjaga ketenteraman Bersama.

Mgr. Pius Riana Prapdi, Perwakilan Agama Katolik, menyampaikan bahwa tema natal tahun ini menginspirasi kita semua untuk tidak pernah Lelah membangung jatidiri kemanusiaan kita, serta tidak pernah Lelah menebarkan cinta kasih dan peduli terhadap bangsa. Dalam pesan moral yang diberikan, Mgr. Pius memberikan tiga poin penting yakni:

1. Peran Tokoh Agama
Kedewasaan masyarakat dalam pelaksanaan Pilkada merupakan modal sosial yang patut kita rawat dengan bijak. Masyarakat semakin merasakan indahnya kebersamaan dari aneka ras, suku, bangsa dan agama yang ada di Kabupaten Ketapang. Perbedaan semakin disadari sebagai anugerah bagi kehidupan karena Indonesia ada karena berbeda. Merajut perbedaan dalam membangun kerukunan adalah keniscayaan yang dijamin dan diberi jalan oleh Pancasila. Oleh karena itu, marilah kita terus menjalin persaudaraan dengan kata dan perbuatan. Kita wujudkan persaudaraan dengan keteladanan sebab keteladanan lebih ampuh dari sejuta kata. Peran tokoh lintas agama membangun membangun kemanusiaan. Para tokoh agama mempunyai tugas pokok untuk mengajarkan ajaran agamanya masing-masing kepada umatnya secara benar dan bijak. Kita memberi teladan dalam membangun dialog, persaudaraan dan belarasa di antara kita.

2. Beriman dan Beragama
Pelaksanaan pilkada yang baik, lancar dan aman menampilkan Kerjasama para tokoh agama, pemerintah dan semua elemen pilkada berjalan bersama sebagai mitra yang saling melengkapi, meneguhkan dan menginspirasi. Kerjasama ini mengingatkan saya akan Dokumen Persaudaraan Insani yang ditanda tangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Ahmad Al-Tayyeb, tgl. 4 Februari 019 mengatakan: “Iman menuntun orang beriman untuk melihat orang lain sebagai saudari atau saudara yang harus didukung dan dicintai” (art. 1). Karena itu, tugas tokoh-tokoh agama adalah membantu umatnya agar bukan hanya menjadi orang yang beragama tetapi menjadi orang yang beriman. Iman itu sifatnya pribadi. Setiap makhluk tidak bisa tidak hanya berbakti kepada Sang Khalik sehingga mahkluk memiliki akhlak yang baik. Maka orang beriman adalah orang yang berbakti kepada Tuhan dan berakhlak luhur. Orang beriman sejati tidak bisa diperalat karena hanya bertumpu pada tiga kata ini: Khalik, Mahkluk dan Akhlak serta sifatnya pribadi. Manusia tidak bisa berbohong kepada Allah. Kalau orang mengatakan saya beriman maka indikatornya jelas yaitu bersaudara. Dan kalau ia bersaudara maka tidak bisa lain dia hanya bisa berbelarasa.

3. Jati Diri Manusia
Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia pada bulan September 2024 yang lalu memberikan pesan yang sangat mendalam. Dalam kunjungan tersebut Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal menandatangani Deklarasi Istiqlal. Judul deklarasi itu adalah meneguhkan kerukunan umat beragama untuk kemanusiaan. Ada dua hal yang disoroti dalam deklarasi itu yakni gejala-gejala dehumanisasi dan kerusakan alam. Agama dengan ajarannya masing-masing dapat memberikan kontribusi terhadap dua tantangan besar itu. Di Ketapang dua tantangan itu pun sangat nyata.

Fenomena dehumanisasi adalah proses manusia yang lupa akan jati dirinya. Hal itu tampak antara lain tampak dalam tindak pidana perdagangan orang, pelecehan terhadap anak-anak, meningkatnya kasus-kasus narkoba, rendahnya mutu pendidikan, maraknya judi online, pinjaman online dan seterusnya. Manusia kehilangan sifat jati dirinya sehingga berperilaku tidak manusiawi terhadap sesamanya. Sedangkan fenomena kerusakan alam, sangat jelas kita rasakan, seperti perubahan iklim, tidak jelasnya musim, pemanasan global, gagal panen, menurunnya kualitas air dan udara karena berbagai polusi dan lain-lain

Jati diri manusia yang amat dasar adalah memuji dan memuliakan Allah. Manusia memuji dan memuliakan Allah dengan menghormati sesama secara manusiawi. Namun yang kita saksikan adalah manusia justru bangga akan pangkatnya, pada jabatannya, manusia meletakkan jati dirinya pada hal-hal yang lahiriah. Dengan meletakkan jati dirinya pada hal-hal yang lahiriah maka manusia mengingkari jati dirinya yang asli yaitu memuji dan memuliakan Allah.

Pdt. Yance Thiamsing Abidano, S. Th (PGKK)
Pilkada di Ketapang sedikit lebih hangat. Ucapan terimakasih kepada pemerintahan daerah, kepolisian dan petugas keamanan lainnya yang bersama-sama telah menjaga kondusifisitas selama terselenggaranya pilkada yang lalu. Pendeta Yance mengajak agar semua elemen menjadi garda terdepan dalam membangun kesadaran untuk lebih dulu menghormati daripada dihormati, mengharhargai dari pada dihargai. Semuanya dilakukan pertama-tama untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.

Pandita Kusalo Lai Bun Sui (Ketua Magabudhi Ketapang)
Pesan moral yang disampaikan oleh Pandita Kusalo pertama-tama diinspirasi oleh 8 jalan kebenaran menurut ajaran Budha yakni pandangan benar, perniatan benar, perkataan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, pengupayaan benar, perhatian/penyadaran benar, dan pengheningan benar. Dengan mengamalkan delapan jalan kebenaran ini, Pandita Kusalo berharap kita semua dapat menjalin persaudaraan yang sejati, saling memahami, menghargai perbedaan, dan bekerja sama demi tercapainya kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Ketapang. Pesan beliau sangat relevan dengan tantangan kita saat ini, yakni bagaimana menjaga kerukunan dan persatuan pasca Pilkada dalam situasi yang penuh dengan persatuan dan kekeluargaan.

Nyoman Subiama (Ketua PHDI Ketapang)
Pilkada sudah dilewati dengan berbagai tahapan, karena berkat Kerjasama semua. Ucapan terimakasih kepada aparat keamanan dan pemerintahan kabupaten Ketapang dalam menjalankan tugasnya dengan baik. Apresiasi kepada KPU yang telah menjalankan tugasnya dengan baik dan benar serta sesuai aturan. Harapannya untuk kabupaten Ketapang kedepan semakin baik dan berkembang dalam Pembangunan daerah serta inftastruktur yang memadai. Perkembangan Kabupaten Ketapang adalah tanggungjawab kita bersama. Penting untuk senantiasa bisa merasakan apa yang orang lain rasakan bukan merasa bisa terhadap segala sesuatu yang dipercayakan kepadannya.

Dengan semangat kebersamaan yang ditekankan dalam pertemuan ini, para peserta sepakat untuk terus memelihara dialog dan kerja sama lintas agama demi menjaga keharmonisan di tengah keberagaman. Acara ini menjadi langkah nyata dalam memperkuat rasa persaudaraan dan menjawab tantangan sosial yang ada di Kabupaten Ketapang.Pilkada di Kabupaten Ketapang baru saja berlalu, meninggalkan jejak-jejak politik yang tidak hanya mempengaruhi struktur pemerintahan, tetapi juga kehidupan sosial masyarakat. Seperti yang terjadi di banyak daerah, pesta demokrasi ini membawa dinamika tersendiri, yang kadang menyisakan perpecahan antara warga yang mendukung calon yang berbeda. Meskipun proses pemilihan berjalan dengan lancar, tidak dapat dipungkiri bahwa ketegangan politik sering kali mengarah pada polarisasi sosial yang cukup tajam. Ketika perbedaan pandangan politik ini berlarut-larut, tugas terbesar bagi masyarakat Ketapang adalah bagaimana merajut kembali persaudaraan yang sempat retak pasca Pilkada.

Pilkada memang seharusnya menjadi ajang demokrasi yang sehat, tempat setiap warga negara memiliki hak untuk memilih calon pemimpin yang mereka anggap terbaik. Namun, realitasnya seringkali tidak semudah itu. Dalam konteks Kabupaten Ketapang, masyarakat yang terdiri dari beragam suku, agama, dan latar belakang sosial kerap kali terpecah oleh perbedaan pilihan politik. Para pendukung calon yang bersaing bisa terlibat dalam ketegangan, dan tak jarang terjadi friksi di antara keluarga, tetangga, bahkan sahabat karib. Hal ini memunculkan fenomena sosial yang cukup mengkhawatirkan, yaitu terbangunnya sekat-sekat sosial yang mempengaruhi hubungan antarindividu.

Penulis : Fr. Fransiskus Tomi Mapa




TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini