Mgr. Gabriel Sillekens, dalam surat gembala pada tanggal 2 Febuari 1955, menyebut bahwa amanat yang diberikan oleh Bapa Suci Paus Pius XII perihal pembentukan Prefektur Ketapang adalah amanat yang besar dan tidak mudah. Melalui pembentukan Prefektur Ketapang, Bapa Suci mengamanatkan “supaya golongan Katolik bukan hanya diperluaskan, akan tetapi dicarikan juga apapun yang terbaik untuk menjaga dan membimbing umat itu.” Jadi, Bapa Suci mengamanatkan agar umat Katolik di Prefektur Ketapang nanti tidak hanya bertumbuh secara kuantitas, tetapi juga kualitas imannya.

Pengembangan kualitas iman umat sangat memerlukan tenaga pastoral imam. Sementara waktu itu, Mgr. Sillekens mengalami kesulitan untuk mendatangkan tenaga pastoral imam dari luar negeri. Beliau mengatakan bahwa “oleh karena daerah yang diserahkan kepada kami diperluaskan, tetapi sebaliknya imam-imam dari luar negeri dengan susah payah dapat izin masuk, perhatian kami yang amat besar dan sukar yaitu menemui imam-imam yang cukup untuk daerah kami.”

Karena itu, dengan keterbatasan tenaga pastoral imam, Mgr. Sillekens berusaha melakukan semaksimal mungkin yang beliau bisa. Jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Mgr. Gabriel Sillekens sangat mengharapkan kelak ada imam-imam yang cukup untuk melayani umat di Prefektur Ketapang. Lebih bagus lagi, menurut Mgr. Sillekens, Prefektur Ketapang kelak dapat dilayani oleh imam-imam dari bangsa Indonesia itu sendiri. Mengenai hal ini, beliau sangat mengharapkan sekali bahwa “selekas mungkin, pemberian sakramen-sakramen dan pimpinan dalam Gereja diserahkan kepada uskup-uskup dan imam-imam bumiputera.”

Mgr. Sillekens sangat mengharapkan bahwa dari tanah Ketapang sendiri pun dapat tumbuh imam-imam pribumi. Untuk mewujudkan maksud itu, Mgr. Sillekens membuka pada tahun 1955 di Matan Hulu sebuah sekolah yang disebut sekolah probatorium. “Sekolah probatorium ialah sekolah percobaan atau pendahuluan seminari, di mana calon-calon yang hendak menjadi imam disediakan waktu satu tahun lamanya sebelum masuk ke seminari menengah.” Diharapkan juga oleh Mgr. Sillekens bahwa “banyak putera ada keinginan hati dan keberanian budi untuk mengurbankan diri guna keselamatan jiwa-jiwa,- sesudah diperiksa kesanggupannya.”

Langkah untuk memperoleh imam-imam pribumi dirasa oleh Mgr. Sillekens tidak bisa dikerjakan hanya oleh beliau sendiri. Karena itu, beliau sangat mengharapkan kerjasama dan dukungan dari umat juga. Mgr. Sillekens sangat mengharapkan bahwa “orang tua– seperti ibu-bapak Nasrani yang benar di seluruh dunia– merasakan sebagai kehormatan terbesar jika anak-anaknya dapat diserahkan kepada Allah untuk jabatan yang tertinggi ini.”

Tidak hanya panggilan untuk menjadi imam, tetapi Mgr. Sillekens pun sangat mengharapkan agar “didoakan juga dengan sangat supaya segera di antara putera dan puteri ada yang hendak mengikuti Kristus sebagai bruder dan suster, berkaul suci, setia dan miskin dalam biara untuk mengurbankan diri guna memelihara anak-anak, merawat orang sakit, dan mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang lain untuk sesama manusia.”

Dalam surat tersebut, Mgr. Sillekens pula sangat mengharapkan bahwa umat di Prefektur Apostolik Ketapang dapat menjadi umat yang misioner. Dengan demikian, mereka dapat menjadi “cahaya dalam dunia” dan “garam untuk tanah”. Melalui mereka, iman Katolik diharapkan semakin dikenal oleh sebanyak mungkin orang. Menurut Mgr. Sillekens ada 3 cara agar umat Katolik dapat menjadi umat yang misioner di dalam memperkenalkan iman Katolik.

Hal yang pertama adalah “melalui doa. Kepercayaan kepada Allah turun sebagai anugerah Allah dan kurnia ini hanya didapat melalui doa.”

Hal yang kedua adalah “melalui pengajaran kepada orang-orang, menurut keadaan dan waktu, umat Katolik harus bercakap-cakap memberi keterangan tentang hal agama kepada orang lain. Sebaliknya penting benar bagi mereka sendiri, jika mereka juga, menurut pengertian masing-masing, memperdalam pengetahuan hal agama itu.” Lebih lanjut mengenai cara ini, Mgr. Sillekens berkata bahwa “makin kamu pandai dan paham dalam perkara agamamu, makin kamu sanggup memberi dari pendapatmu keterangan kepada orang-orang yang belum Nasrani atau yang mencari informasi hal agama itu. Itulah perlu benar, jika kamu menghadiri pelajaran agama di dalam gereja atau membaca buku-buku yang menerangkan dan memperdalam perkara agama itu.”

Hal yang ketiga adalah “melalui teladan menurut pengajaran Kristus, umat Katolik harus mengasihi segala manusia. Inilah bukti dan tanda nyata bagi murid Kristus yang sejati.” Lebih lanjut mengenai cara ini, Mgr. Sillekens mengatakan bahwa “yang paling penting, moga-moga cinta kasih itu ternyata ada dalam rumah tanggamu sendiri. Jikalau kehidupan suami-isteri dan di antara seisi rumah bersemangat Katolik tentu itulah menjadi sumber kegirangan hati dan keberanian bagi semua anggota rumah tangga dan bagi segala orang yang mendekati kamu.”

Dalam surat tersebut, Mgr. Sillekens juga menyebut mengenai kewajiban guru-guru, baik guru agama Katolik maupun guru yang beragama Katolik. Beliau menegaskan bahwa “guru-guru memang boleh dikatakan pembantu yang akrab kepada imam-imam, dan merekalah yang bertanggung jawab atas pengajaran bagi orang kampung dan pendidikan anak-anak sekolah dalam agama yang benar.” Karena itu, beliau sangat mengharapkan bahwa guru-guru senantiasa memiliki semangat di dalam kerasulan yang sejati.

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini