Ketapang, sabtu 9 Desember 2017. Tidak seperti hari-hari biasanya, pada sabtu sore Seminari Menengah St Laurensius kedatangan banyak tamu. “Kanan-kanan, parkir mobil di area kanan” kata seorang seminaris dengan suara lantang yang diberi tugas sebagai juru parkir dadakan. “Bapak, Ibu yang pakai motor, parkirnya di taman doa area Patung Pieta.” Sahut seminaris yang lain, seperti orang yang sedang berebut lahan parkir. Sedangkan para staff seminari menyambut tamu-tamu yang datang “Selamat datang, bagaimana kabarnya?” Sapa Rm Cirylus dengan ramah pada umat yang datang. Ya, sore ini banyak umat berdatangan ke Seminari Menengah St Laurensius karena mau menghadiri Misa Syukur Hut Imamat Rm Juli yang ke 29. Rm Juli menginginkan Misa Syukur Hut Imamatnya yang ke 29 diadakan di Seminari. Tentu staff seminari menerima usulan itu dengan senang hati, dan bagi seminaris tentu hal ini akan semakin meneguhkan panggilan mereka, sekaligus mendapat peneguhan dalam hal perbaikan gizi. “Sore ini kita makan enak” kata seorang seminaris dengan mata berbinar-binar. Memang sejak hari jumat yang lalu para seminaris dan para staff bekerja bersama dan mempersiapkan segala keperluan untuk acara Misa Syukur Hut Imamat Rm Juli tersebut.
Saat waktu menunjukkan pukul 17.00, Misa Syukur Hut Imamat Rm Juli pun dimulai. Misa Syukur ini dihadiri oleh delapan romo, lima suster OSA, dua suster PIJ, tiga bruder FIC dan ratusan umat. Rm Sutadi bertindak selaku selebran utama dengan didampingi Rm Juli dan Rm Budi Setyo. Dalam pengantarnya Rm Sutadi mengatakan “Kita bersyukur kepada Tuhan atas Hut Imamat Rm Juli yang ke 29. Bagi Keuskupan Ketapang kehadiran Rm Juli adalah sebuah hadiah dan berkat tak terhingga dari Tuhan untuk Keuskupan Ketapang. Tanpa Rm Juli kiranya mustahil kita bisa mendirikan Gereja di Paroki Tayap. Tanpa Rm Juli kiranya kita juga tidak akan melihat Gereja Katedral yang indah seperti saat ini. Gereja yang penuh dengan ukiran dan Gereja yang mengakar pada budaya setempat. Saya mewakili Keuskupan dan para umat sekalian khususnya umat Paroki Katedral mengucapkan selamat dan profisiat kepada Rm Juli atas Hut Imamatnya yang ke 29. Semoga dengan bertambahnya usia imamat, Rm Juli semakin hari semakin menjadi imam yang penuh belas kasih.” Ucap Rm Sutadi dengan suara pelan, namun penuh wibawa dan ketulusan.
Dalam homilinya, Rm Juli mensharingkan perjalanan panggilannya. “Saya berasal dari kampung. Kakek saya seorang dukun dan demung besar. Namun saya memilih untuk menjadi anak Allah dan Pelayan Allah. Guru agama saya adalah Pak Suri. Saya mau dibaptis jadi katolik karena saya mau menerima hosti Mahakudus. Kalau waktu itu pengetahuan agama saja diuji, maka saya tidak lulus dan tidak bisa jadi Katolik.” Ucap Rm Juli sambil sesekali membenarkan posisi kacamatanya. “Teman seperjuangan saya dari kampung dalam menempuh pendidikan adalah Pak Iyan Paulus. Kalau di Ketapang, saya satu anggkatan dengan Pak Yosef Purnadadi. Sebenarnya yang paling cocok jadi romo itu adalah Pak Iyan Paulus dan Pak Yosef Purnadadi, karena mereka ini kalem. Kalau saya nakal. Namun ternyata apa yang tidak diperhitungkan dunia, malah dipilih Allah.” Ucap Rm Juli sambil menggaruk-garuk kepalanya yang sudah botak. “Kemudian saya melanjutkan ke Seminari Mertoyudan. Awalnya saya merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan tempat, budaya dan teman-teman yang baru. Namun pelan-pelan saya bisa menyesuaikan diri. Kelas dua saya tidak naik kelas, karena sibuk melukis. Banyak orang yang mengagumi lukisan saya dan banyak fans yang mengirim surat kepada saya setiap hari. Kemudian saya pindah ke Seminari Menengah Nyarungkop di Singkawang. Setelah itu saya melanjutkan studi S1 di Widya Sasana Malang. Setelah lulus, berkat kemurahan hati Bapak Uskup Blasius Pujaraharja, saya ditahbisakan menjadi imam untuk Keuskupan Ketapang. Dalam perjalanan imamat selama 29 tahun tentu banyak suka dan duka yang saya lewati. Terkhusus saya meminta maaf pada Bapak Uskup, rekan imam dan umat sekalian yang telah tersakiti oleh tutur kata dan tindakan saya, baik yang sengaja mau pun tidak disengaja. Dalam usia imamat saya yang sekarang saya hanya minta satu hal, tolong doakan saya agar menjadi romo yang melayani penuh kasih sesuai dengan motto Bapak Uskup kita. Saya akui hal ini sulit bagi saya. Bukan hal yang mudah untuk merubah karakter, tetapi saya akan berusaha. Doakan juga agar saya setia sampai mati. Cita-cita saya adalah ketika mati nanti saya terbaring dalam peti dan berpakian jubah dan kasula imam.” Ucap Rm Juli dengan nada lirih dan membuat suasana semakin hening.
“Dengan bertambahnya usia, maka artinya semakin sedikit waktu yang tersisa bagi saya. Makin hari saya semakin tua, dan beberapa romo di Ketapang juga sudah memasuki usia pensiun dan mungkin sebentar lagi saya akan mati.” Seloroh Rm Juli yang membuat suasana semakin tambah hening.
“Umat semakin hari semakin bertambah, namun calon-calon imam kita juga masih sedikit. Para seminaris inilah yang kelak akan menggantikan kami. Para seminaris inilah yang akan menjadi romo bagi umat sekalian. Tentu umat sekalian mengharapkan romo yang berkualitas bukan? Tentu umat sekalian tidak mengharapkan romo yang abal-abal bukan? Maka dari itu pembinaan calon imam bukan hanya menjadi urusan Bapak Uskup, urusan para romo tetapi pertama-tama adalah urusan kita bersama. Kami para romo sudah meninggalkan sanak keluarga kami, menyangkal diri, demi melayani umat sekalian siang dan malam. Maka dari itu umat hendaknya mendukung kami. Bukan untuk kepentingan kami, tetapi demi pelayanan para romo kepada umat sekalian. Maka dari itu, kalau umat sekalian mau punya pastor yang berkualitas dan kalau tidak mau melihat Keuskupan Ketapang ini bangkrut, maka bantulah pendidikan calon imam ini. Maka dari itu saya dan Rm Sutadi memiliki rencana untuk membentuk Paguyuban Peduli Seminari khususnya untuk umat yang ada di Paroki Katedral, semoga juga paroki lain tergerak hatinya.
Paguyuban Peduli Seminari ini khusus memberi perhatian dan bantuan kepada para frater Keuskupan Ketapang yang sedang menjalani pendidikan di Seminari Tinggi Widya Sasana Malang (S1) dan Seminari Tinggi Pastor Bonus Pontianak (S2). Jadi Paguyuban ini bukan untuk Seminari Menengah St. Laurensius ini, sebab Seminari Menengah St Laurensius ini sudah mendapat perhatian yang sangat baik dari kelompok Pemerhati Seminari dan kelompok Pemerhati Seminari Menengah ini sudah berjalan sangat lama dan hasilnya sangat baik.” Ucap romo yang pandai memasak Ikan Baung Masak Tempoyak ini.
“Keuskupan Ketapang masih sangat membutuhkan tenaga imam, di sisi lain umat semakin bertambah sedangkan calon imam sedikit dan biaya pendidikan calon imam mahal. Semua biaya pendidikan calon imam di Seminari Tinggi di tanggung 100% oleh Keuskupan. Padahal Keuskupan sendiri tidak memiliki pemasukan yang tetap. Semakin banyak calon imam, tentu hal itu menggembirakan hati Bapak Uskup, para romo dan umat sekalian. Namun hal itu juga berarti bahwa biaya pendidikan juga akan semakin besar dan mungkin Keuskupan bisa bangkrut. Maka dari itu, kalau umat sekalian ingin memiliki imam-imam yang berkualitas, ingin agar semakin banyak imam baru yang bisa melayani umat sekalian dengan penuh kasih, maka bantulah pendidikan calon imam. Bagi para seminaris, kalian lihat baik-baik bahwa umat begitu perhatian dengan pendidikan calon imam. Maka itu belajarlah yang baik, kembangkan talenta, jawab panggilan Tuhan dengan keberanian, taat pada aturan dan arahan staff. Seminari ini bukan asrama biasa, bukan untuk sekadar tempat singgah, numpang makan, numpang tidur. Ini tempat pembinaan calon imam. Kalau tidak mau taat pada peraturan, tidak taat pada staff, hanya menjadi racun bagi teman yang lain, maka lebih baik kalian keluar saja dari seminari” ucap Rm Juli dengan lantang dan tegas sehingga membuat para seminaris terlihat ketakutan.
Sesaat sebelum berkat penutup Rm Sutadi menambahkan bahwa “Proses pendidikan calon imam itu dimulai dari Seminari Menengah selama empat tahun (setingkat SMA). Tiga tahun SMA dan satu tahu KPA (Kelas Persiapan Atas). Kemudian dilanjutkan ke Seminari Tinggi yang dimulai dari Tahun Orientasi Rohani (TOR) selama satu tahun dan kemudian kuliah di STFT Widya Sasana Malang selama empat tahun (S1). Kemudian dilanjutkan Tahun Orientasi Pastoral (TOP) pada umumnya selama satu tahun. Setelah TOP akan dilanjutkan pendidikan Pasca Sarjana di STT Pastor Bonus Pontianak selama dua tahun. Setelah itu akan akan dilanjutkan dengan pastoral persiapan tahbisan diakonat. Setelah ditahbiskan menjadi diakon, selang beberapa waktu tergantung keputusan Bapak Uskup, baru kemudian ditahbiskan menjadi imam. Lama proses pendidikan calon imam adalah 13 tahun (paling cepat), bila ada kendala maka proses pendidikan bisa lebih lama lagi.” Ucap Rm Sutadi yang merupakan Vikjen Keuskupan Ketapang ini. Lebih lanjut Rm Sutadi memberikan apresiasi pada para seminaris “Terima kasih pada para seminaris dan Fr Andri yang telah menyiapkan liturgi dengn baik. Lagu-lagunya baru saya dengar pertama kali dan dinyanyikan dengan bagus. Penampilan para seminaris secara fisik sudah menyakinkan, ini dibuktikan dengan adanya jaket khusus untuk para seminaris dan modelnya bagus. Semoga bukan hanya penampilan fisik luar saja yang bagus, tetapi juga penampilan kepribadian, tingkah laku, hidup rohani dan intelektual juga bagus” ucap romo yang suka masakan seafood ini.
Setelah Misa selesai, acara dilanjutkan dengan mendengarkan beberapa kata sambutan, kemudian potong kue ulang tahun dan potong tumpeng. Setelah itu dilanjutkan makan malam bersama dan ramah tamah. Selamat dan profisiat Rm Juli, semoga sehat selalu, setia dan semakin menjadi imam yang berbelas kasih. Tuhan memberkati. Amin! (Penulis : RD. Fransiskus Suandi)