Sehari setelah perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus, tepatnya pada tanggal 2 November, Gereja merayakan Peringatan Arwah Semua Orang Beriman. Biasanya peringatan ini dihadiri lebih banyak umat daripada perayaan Hari Raya Semua Orang Kudus. Alasannya sangat jelas. Pada peringatan arwah, umat berkesempatan mengenang dan mendoakan sanak keluarga dan kenalan yang telah meninggal agar mereka disucikan dan kemudian memandang wajah Allah di surga.
Praktik mendoakan arwah ini dicatat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, tepatnya Kitab 2 Makabe 12:38-45. Pada perikop ini dikisahkan tentang anak buah Yudas Makabe mohon dan meminta kepada Tuhan agar dosa-dosa kawan-kawan mereka yang terbunuh di medan pertempuran dihapus semuanya. Yudas Makabe sendiri mengirimkan lebih kurang dua ribu dirham perak “ ke Yerusalem untuk mempersembahkan korban penghapus dosa. Ini sebuah perbuatan yang sangat baik dan tepat, oleh karena Yudas memikirkan kebangkitan. Sebab jika tidak menaruh harapan bahwa orang-orang yang gugur itu akan bangkit, niscaya percuma dan hampalah mendoakan orang-orang mati.”
Sejak awal perkembangan Gereja telah ada juga praktik mendoakan orang-orang beriman yang telah meninggal. Doa-doanya tertulis di katakomba—tempat persembunyian orang-orang Kristen di bawah tanah—di Roma. Pada abad ke-6 para rahib Benediktin mengenangkan arwah orang-orang beriman pada hari Pentakosta. Para rahib Benediktin menggesernya ke tanggal 2 November pada abad ke-10.
Peringatan arwah semua orang beriman ini mengakar pada kalimat-kalimat syahadat (Aku Percaya) yang menyatakan kepercayaan akan “persekutuan para kudus, pengampunan dosa, kebangkitan badan dan kehidupan kekal”. Yang dimaksud dengan kehidupan kekal adalah kehidupan setelah kematian. Ketika seseorang mati ia memiliki dua kemungkinan, yakni mengalami kehidupan bahagia bersama Allah di surga atau terpisah sama sekali dari kasih Allah, yakni kesengsaraan di neraka.
Bagi yang masuk surga, terdapat proses yang dijalani seorang arwah untuk bertemu dengan Allah Bapa di surga. Proses itu disebut dengan penyucian (purgatorium). Sering juga diibaratkan dengan api penyucian. Maksudnya, sebelum bertemu dengan Allah noda-noda dosa si arwah perlu dihapus terlebih dulu oleh Allah. Dalam hal ini doa-doa kita yang masih hidup di dunia amat berguna. Kita bisa memohon kepada Allah agar dosa arwah yang kita doakan segera diampuni sehingga mereka segera dapat berjumpa dengan Allah di surga.
Hal inilah yang kita lakukan pada peringatan arwah semua orang beriman. Kita mendoakan mereka juga karena bersama mereka dan orang-orang beriman yang telah berbahagia di surga, kita menjadi bagian dari persekutuan para kudus, yakni persekutuan orang-orang yang telah dibaptis baik itu yang masih hidup di dunia maupun yang telah meninggal dunia. Sebagai sebuah persekutuan kita saling mendoakan. Kita melakukannya dengan merayakan ekaristi dan berdoa di makam.
RD. Laurensius Sutadi – Vikjen Keuskupan Ketapang