Sering orang bertanya demikian, “Mengapa orang katolik mendoakan orang yang sudah meninggal? Apa dasarnya? Bukankah jiwa-jiwa yang sudah meninggal merupakan urusan Tuhan? Ada umat katolik yang bisa menjawab dengan baik. Ada yang emosi memberi keterangan, “Itu aja kog repot? Emang Gue Pikirin? Atau emang masalah buat elo. Benarkah demikian? Sebelumnya harus kita ketahui bahwa ada tiga status Gereja, yaitu :
1) yang masih mengembara di dunia,
2) yang sudah jaya di surga dan
3) yang masih dimurnikan di Api Penyucian.
Relasi dari ketiga status ini akan dihubungkan atau dipersatuakan dalam doa, iman, harap, dan kasih. Maka ada beberapa dasar mengapa umat Katolik perlua mendoakan orang yang sudah meninggal, pertama adanya Api Penyucian. Gereja Katolik mengajarkan bahwa Tuhan berkuasa menentukan apakah seseorang yang meninggal itu masuk surga, neraka, atau jika belum siap masuk surga, dimurnikan terlebih dulu di Api Penyucian.
Apa itu Api Penyucian? Api Penyucian adalah ‘tempat’/ proses kita disucikan. Dipakai kata “Disucikan” bukan ‘dicuci’, oleh sebab itu disebut Api Penyucian (bukan Api Pencucian). Gereja Katolik mengajarkan hal ini di dalam Katekismus Gereja Katolik memberi tiga paham tentang api penyucian, yakni pertama, Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan rahmat dan dalam persahabatan dengan Tuhan, namun belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian. Kedua, pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka. Ketiga, kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka.
Secara ekplisit memang kita tidak menemukan tentang Api Penyucian dalam Kitab Suci, namun ada beberapa teks yang berbicara tentang itu dan inilah menjadi dasar biblis mengapa kita mendoakan orang yang sudah meningga yakni Kitab 2 Makabe 12:38-45 dan Sirakh 7:33. Umat Kristen non-Katolik yang tidak mengakui adanya Api Penyucian, mungkin menganggap bahwa tidak ada gunanya mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal.
Namun Gereja Katolik mengajarkan adanya masa pemurnian di Api Penyucian, sehingga doa-doa dari kita yang masih hidup, dapat berguna bagi jiwa-jiwa mereka yang sedang dalam tahap pemurnian tersebut. Bahkan, dengan mendoakan jiwa-jiwa tersebut, kita mengamalkan kasih kepada mereka yang sangat membutuhkannya, dan perbuatan ini sangat berkenan bagi Tuhan (lih. 2 Mak 12:38-45).
Maka jika kita mengetahui (kemungkinan) adanya anggota keluarga kita yang masih dimurnikan di Api Penyucian, kita yang masih hidup dapat mendoakan mereka, secara khusus dengan mengajukan intensi Misa kudus (2 Mak 12:42-46).Dalam Sirakh 7 : 33 juga dituliskan bahwa “Hendaklah kemurahan hatimu meliputi semua orang yang hidup, tapi orang matipun jangan kau kecualikan pula dari kerelaanmu”. Ayat ini mempunyai pengertian bahwa bantuan melalui doa – doa dan persembahan kepada orang yang sudah mendahului kita tidak akan sia-sia, karena itulah bentuk perhatian dan bantuan kita secara rohani kepada mereka. Kedua kitab tsb. di atas termasuk dalam kelompok Kitab Deteurokanonika yang tidak diakui oleh orang Protestan. Di sinilah letak perbedaannya.
Para sahabat terkasih, kita akan diselamatkan bukan hanya lewat iman kita namun juga karena kasih Allah. Dia akan menghakimi kita dengan penuh kasih berdasarkan kasih kita selama hidup. Maka apa yang kita buat saat ini menjadi bekal kita untuk keselamatan. Beberapa hari yang lalu dalam injil muncul pertanyaan, “Tuhan sedikit sajakah orang akan diselamatkan? Dan Yesus mengatakan, “berjuanglah untuk melewati jalan sempit itu.”
Ada kisah menarik yang berjudul Rahasia Menakjubkan dari Jiwa-jiwa di Api Penyucian. Maria Simma, adalah seorang wanita biasa dan sederhana. Maria Simma lahir di Sonntag Austria pada tahun 1915. Ia pernah terdaftar sebagai anggota suster dari beberapa kongregasi namun ia mempunyai halangan fisik yang lemah. Ia dikunjungi oleh suatu jiwa dari Api Penyucian untuk pertama kalinya pada tahun 1940 sekitar pukul 03:00 atau 04;00 pagi di kamar tidurnya. Waktu itu dia menyangka ada orang yang masuk ke dalam kamarnya. Orang itu berjalan maju mundur dengan rasa tidak sabar di sekeliling ruangan. Dia menyuruh orang itu pergi namun tidak ada sahutan, dan ketika Maria memegang orang itu, yang terasa hanya udara kosong..Malam berikutnya pria itu kembali lagi, orang (jiwa)yang sama. Lalu berdasarkan saran dari penasehat rohaninya, Maria Simma menanyakan apa yang diinginkan oleh jiwa itu darinya. Jiwa tersebut ternyata menginginkan agar dilakukan upacara Misa Kudus sebanyak 3 kali agar jiwa tersebut dilepaskan (dari Api Penyucian) dan masuk Sorga. Setelah itu Maria Simma mendapat kunjungan lebih banyak jiwa lagi dari Api Penyucian. Hampir setiap malam ia mendapat kunjungan dari jiwa-jiwa orang yang berada di Api Penyucian.
Maria Simma adalah seorang wanita sederhana yang sejak masa kecilnya telah berdoa banyak bagi jiwa-jiwa di Api Penyucian. Ketika dia berusia 25 tahun, dia dianugerahi sebuah karisma yang istimewa di dalam Gereja yang sangat jarang dijumpai, yaitu karisma untuk dikunjungi oleh jiwa-jiwa di Api Penyucian. Lewat doa-doanya, imannya dan terutama lewat kerahiman Allah, banyak jiwa-jiwa diselamatkan. Itulah yang kita lakukan saat ini. Kita merayakan peringatan arwah semua orang beriman dan mempersembahkan Misa Arwah untuk mereka. Di Amerika, selama bulan November didedikasikan untuk jiwa-jiwa yang telah meninggal. Mereka sebut, bulan jiwa-jiwa orang meningggal.
RD. Mardianus Indra – Pastor Paroki St. Yosef, Meraban
Kamis, 2 November 2023