Waktu menunjuk pukul 22.15 di penyeberangan Kediuk. Saya menyeberang sungai Kendawangan. Semua berjalan lancar karena hanya saya dengan motor saja yang diseberangkan. Sesuai tarif malam hari saya harus membayar 30 rb.
Bapak setengah umur, yang menyeberangkan, masih ikut mendorong motor saya naik ke darat karena air surut. Setelah sampai di darat dengan aman, Bapak itu menyampaikan kepada saya, “Pak ..apakah saya boleh minta uang 20 ribu rupiah. Bukan menambah tarif nyeberang, tapi saya minta keikhlasan Bapak saja.” Saya sejenak terdiam, sambil melihat wajah Bapak itu di kegelapan malam (pas bulan terang menjelang bulan purnama). Saya pun balik bertanya kpdnya, “Untuk apa Pak . ?” Bapak itu dg sedikit tunduk ke bawah menjawab, “Saya besok pagi mau bawa anak saya berobat. Saya SDH punya uang 80 rb. Masih kurang 20 rb.” Terjadi perbincangan sebentar antara kami. SDH dua kali dia bawa anaknya berobat krn demam tinggi (mmg skrg musim sakit demam di pedalaman!). Masih harus ke dokter sekali lagi utk memastikan kesembuhan anaknya.
Saya mengambil amplop di saku saya yg HBS diberi oleh umat ( katanya uang Natal utk Romo). Lgsg saya berikan ke Bapak itu. Krn TDK dilem, dia melihat jumlah uang yg ada di amplop itu 100 RB. Lalu berkata, “Kebanyakan pak ..Ini ada 100 rb.” Siapa tahu ada keperluan lain, saya berikan semuanya.
Malam itu menjadi terang bersinar dalam wajah orang tua itu. Meskipun bukan umat saya (karena org Melayu Kendawangan), dia pantas juga mendapat Kasih Natal.

RD. VP. Bangun Wahyu Nugroho – saat ini berkarya di Paroki St. Stefanus, Kendawangan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Masukkan komentar anda
Masukkan nama anda di sini